By: Ahmad Shobari
Apa kerjanya orang-orang di Dewan Pimpinan Pusat Partai-partai Politik kita ? Merancang strategi menyeluruh, tetapi bertahap, untuk membangun kader militant dan patriotik yang menekankan bahwa hidup berarti perjuangan dan menuntut keprihatinan mendalam demi partai dan buahnya demi perbaikan terhadap hidup rakyat secara menyeluruh ? Bukan, itu ketinggian !
Apa kerjanya orang-orang di Dewan Pimpinan Pusat Partai-partai Politik kita ? Merancang strategi menyeluruh, tetapi bertahap, untuk membangun kader militant dan patriotik yang menekankan bahwa hidup berarti perjuangan dan menuntut keprihatinan mendalam demi partai dan buahnya demi perbaikan terhadap hidup rakyat secara menyeluruh ? Bukan, itu ketinggian !
Membangun
system pengkaderan disegala lapisan dan kelompok-kelompok masyarakat untuk
mengingatkan kembali bahwa cita-cita proklamasi terlantar selama lebih setengah
abad dan bahwa akibatnya derita rakyat berkepanjangan ? Masih ketinggian !
Menyadarkan publik bahwa kita belum merdeka ? Kelewat pro aktif dan bisa
dituduh anarkhi !
Mengembangkan
kembali gagasan dan kesadaran bahwa kodrat kultural kita sangat plural, kaya
warna dan nuansa, dan karena itu diperlukan ide-ide mengembangkan akomodasi
yang lebih lapang, adil dan demokratis, dan bahwa tak ada pihak lebih tinggi
dari pihak lain ? Itu agak lebih baik tapi kedengarannya seperti suara gulungan
teks book tinking yang menghafal rumus-rumus relasi antar budaya dalam
payung multi kulturalisme.
Ah, kalau
gitu yang ini ! Feminisasi orientasi sikap dan program partai tanpa melupakan
kenyataan bahwa partai terlalu miskin program aksi buat mencerdaskan para
pendukungnya maupun rakyat pada umumnya. Ini agak bagus ! Oh, tapi masih kurang
? Iya ! apanya yang kurang ? Perlu ditegaskan bagaimana sikap para elit partai.
Mereka kebanyakan teladan kata-kata tapi tanpa teladan laku. Dengan kata lain,
teladan kemunafikan toch maksudnya ? Bukan cuma itu, mereka elitis dan pada
dasarnya berwawasan sentralistik seperti Gusti Pangeran dan Raden Ayu yang tak
pernah tahu kenyataan hidup di daerah. Mereka tak bisa memberi ruh atas
otonomi daerah. Ini juga bagus ! ada yang lain lagi ?
Tokoh-tokoh
lapis atas partai kita bukan pejuang tulen, melainkan orang-orang yang
mengutamakan tampang klimis dan berbusana rapi dengan mentalitas selebriti yang
sibuk main sinetron cengeng dan dangkal. Sifat pemikiran mereka kurang reflektif
dan tak memberi inspirasi apa pun.
Saya
menyimak dialog serius ini. Memang saya bukan orang partai, tak tertarik gaya
hidup partai dan belum pernah bercita-cita mendirikan partai. Gelombang
semangat untuk menjadi presiden yang begitu menggebu, sehingga tampak bahwa
barang apa yang bisa merayap semuanya bernafsu menjadi presiden. Bagi saya
tidak lebih dari cermin sifat ambisius dan hasrat akan kekuasaan yang tidak
pernah ditopang kemampuan dan instrument yang cukup memadai.
Saya kira
fenomena buruk ini sangat menarik. Kita patut bertanya, mengapa tampilan kita seburuk
ini ? Partai-partai kita memang buruk sumber daya manusiawinya. Golongan yang
terpelajarpun rakus dan tidak memulai kepemimpinannya dengan gairah perjuangan
yang tulus dan gigih menyambung cita-cita revolusi kita. Seolah kita ini
manusia asing, tak ada hubungannya dengan Bung karno, tak ada hubungan dengan
Bung Hatta dan Bung Syahrir dan Tan Malaka maupun Khairil Anwar, Jenderal
Sudirman dan tentara-tentara patriot kita serta semua pejuang yang pernah
membikin negeri ini menjadi ada.
Gairah
perjuangan patriotic dan tradisi intelektual yang menanamkan kedalaman memahami
masalah dan keterbukaan dulu itu, kemana sekarang perginya ? Mengapa tradisi
pendahulu kita itu tak bersambung oleh dan dalam sejarah kita sendiri ?
Orientasi dunia macam apa yang telah membelokkan arah perjuangan kita sekarang
?
Di Dewan
Pimpinan Pusat Partai-partai kita, umumnya isinya cuma sedikit kaum idealis dan
itu pun rata-rata sudah tampak lelah. Sisanya mayoritas kelompok ambisius yang
tak punya instrument apa-apa tadi dan kaum muda oportunis yang baru keluar dari
kampus-kampus, anggota organisasi sosial keagamaan atau politik dengan semangat
membebek pendahulunya yang sudah berakar dipartai-partai besar.
Mereka
pun kaya dan makmur dan cuma itu yang diincar kaum muda tadi. Kaum tua, dengan
kata lain, tak memberi tawaran apapun pada yang muda selain kemapanan. Ini
membunuh anak-anak muda yang berbakat. Sayang nafas perjuangan mereka terputus
oleh orientasi yang sangat prgamatis sifatnya. Dan anak-anak muda itu,
ironisnya menikmati keadaan tanpa pernah dihinggapi keresahan mengenai hakekat
hidup, cara pengembangan hidup yang lebih bermakna dan tak ada kegelisahan
intelektual tiap kali membaca sejarah tokoh-tokoh besar kita. Mengapa mereka
menjadi begitu besar dan mengapa kita cuma seperti kodok menjalani takdir,
mencaplok nyamuk dan si kodok sendiri suatu saat dicaplok ular ?
Kemapanan
itu lebih dari bius. Orang lalu lupa bertanya, apa yang salah dalam partai kita
? maka yang diutak-utik cuma itu-itu saja, cara mencari duit buat kampanye,
melebarkan dukungan dengan duit. Dan artinya membeli dukungan dan mencari daya
tarik dalam kampanye dengan dangdutan yang tak ada daya militansinya. Disana
tidak niat mendengar kaum muda menjadi tokoh partai. Disana tak ada niat
mengkader kaum muda menjadi tokoh partai yang handal, yang kredibel dan
berwawasan.
Maka
artis buruk dan tumpul selera politik dan wawasan kulturalnya pun diam-diam
direkrut menjadi caleg. Partai cuma berperan seperti calo ! dan kantornya
menjadi tempat perdagangan nasib dan membangun kalkulasi untung rugi di meja
judi politik yang penuh dengan aroma durty money, milik kelompok atau
lembaga yang berpengaruh dan masih ingin berkuasa.
Perkara
yang lama terlupa dalam sejarah kita sendiri, mengapa partai tak lagi menjadi
agen pendidikan politik, mengembangkan gagasan demokrasi, keadilan,
kemanusiaan, hak asasi dan feminisasi kehidupan dan membangun manusia yang
punya karakter ? Kantor partai harus sibuk dengan kegiatan yang teknis,
administrative dan rutin. Partai memang cermin organisasi moderen, tapi
tokohnya jangan sekedar administratur. Ia harus berwibawa dan punya wawasan
penting. Necis itu baik, tapi ia cuma kulit. Isinya komitmen dan ideologi
perjuangannya harus lebih necis lagi.
Maka kini
tiba saat membangun kader partai idealis, terampil mengurus perkara teknis,
tajam intuisi politiknya, jujur dan gigih. Dan kader macam itu, saya yakin bisa
diciptakan !
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar dan komentarnya jangan bernada spam ya.