.:. Kata-Kata Mutiara Hari Ini: "Pergilah keluh, ku tak mau berteman dengamu... Silahkan kesah, kau bukan takdirku... Mujahadah adalah temanku, dakwah adalah nafasku dan Allah adalah kasihku... Maafkan segala kesalahan...Bila Allah mengampuni dosa-dosamu, kamu pasti bertobat...Bila Allah menerimamu, kamu pasti bertaqarrub dengan ikhlas kepada-Nya...Bila Allah mengingatmu, kamu pasti berdzikir kepada-Nya...Bila Allah menunjukkan kemuliaan-Nya padamu, kamu pasti merasa hina-dina dihadapan-Nya...Bila Allah hendak mencukupimu, pasti kamu merasa faqir kepada-Nya...Bila Allah menunjukkan kekuatan-Nya padamu, pasti engkau lemah tidak berdaya...Bila Allah menunjukkan kekuasaan-Nya, pasti engkau tak memiliki kemampuan apa-apa...Bila Allah mencintaimu, kamu pasti mencintai-Nya...Bila Allah meridhoimu, engkau pasti ridho terhadap apapun ketentuan-Nya...Bila Allah mengangkat derajatmu, engkau selalu memasuki pintu-pintu taatmu...Bila Allah menghinamu, kamu pasti bermaksiat dan menuruti hawa nafsumu...Taat itu lebih utama dibanding pahalanya...Doa itu lebih utama dibanding ijabahnya...Istiqomah itu lebih utama dibanding karomahnya...Berjuang itu lebih utama dibanding suksesnya...Sholat dua rekaat itu lebih utama ketimbang syurga seisinya...Bertobat itu lebih utama ketimbang ampunan...Berikhtiar itu lebih utama ketimbang hasilnya...Bersabar itu lebih utama ketimbang hilangnya cobaan...Dzikrullah itu lebih utama dibanding ketentraman hati...Wirid itu lebih utama ketimbang waridnya...Jangan menunggu bahagia baru tersenyum, tapi tersenyumlah, maka kamu kian bahagia " .:. ~~

Get Updates Via Email

Dapatkan update terbaru

dari Blog SufiUnderground langsung ke
Email anda!

MENGENAL PANJALU (1); PANJALU JAMAN KUNO


By: R.Harris. Cakradinata, SE

Sejak jaman purba, masa-masa awal pengaruh Hindu, di Panjalu telah berdiri suatu Kerajaan dengan pusat pemerintahan di Karantenan, suatu daratan di lereng Gunung
Syawal, sekitar 7 km arah selatan Kota Panjalu sekarang. Pendiri kerajaan ini adalah tokoh leluhur Panjalu bernama Prabu Batara Tisnajati, beliau dikenal dengan sebagai seorang raja yang berilmu tinggi, mengajarkan “Sajatining Hirup” dan “Sajatining Manusa”, mengupas tentang hakikat manusia dan alam lingkungan serta bagaimana manusia harus hidup di dunia berdasarkan jatidirinya itu. Pada awal pendiriannya Kerajaan Karantenan lebih bersifat Padepokan (perguruan) tempat orang menuntut ilmu dan syi’ar keagamaan yang diajarkan Prabu Batara Tisnajati dan sebagai pusat kegiatan politis.

Sepeninggal Prabu Batara Tisnajati dikenal beberapa tokoh terkemuka penguasa Kerajaan ini seperti: Batara Raya, Karimun Putih, Marangga Sakti, hingga kemudian
Prabu Rangga Gumilang.

Dalam pada itu di gunung Bitung bertahta Ratu Galuh Pusaka bernama Prabu Sanghyang Cipta Permana Dewa, Raja Galuh Nyakrawati Ing Nusa Jawa. Beliau memiliki tiga orang anak, ketiganya lahir di Ciriung Cipanjalu, salah satu putri dan dua orang putra yaitu: Sanghyang Ratu Permana Dewi, Sanghyang Ponggang Sang Rumahyang dan Sanghyang Bleg Tambleg Raja Gulingan. Ketiganya memiliki ilmu (ajaran) yang berbeda serta sepakat untuk mengembangkan ajaran-ajaran yang dimilikinya itu, khususnya di wilayah Kerajaan Galuh.


Ratu Ponggang Sang Rumahyang dengan Aji (ilmu) kedugalan dan kewedukan (kesaktian) pergi ke Telaga. Bleg Tambleg Raja Gulingan dengan Aji (ilmu) keduniawian (materialis) berangkat menuju Kuningan. Sedangkan Sanghyang Ratu Permanadewi dengan membawa Aji (ilmu) kerahayuan tinggal di Panjalu.

Di Panjalu, Ratu Permanadewi diperistri oleh Prabu Rangga Gumilang, pemegang tahta Kerajaan Panjalu lama di Karantenan Gunung Syawal. Dengan hubungan perkawinan itu, bertemulah nila-nilai ajaran-ajaran Galuh Pusaka dengan nilai-nilai ajaran Panjalu lama yang dirintis Prabu Batara Tisnajati diatas.

Bersama Prabu Rangga Gumilang, Ratu Permanadewi kemudian memindahkan Ibu Kota Kerajaannya dari Karantenan (Batu Datar Gunung Syawal) ke Citatah Dayeuh Luhur Panjalu5 km araj utara Kota Panjalu sekarang. Pemindahan Ibu Kota Kerajaan tersebut didaarkan atas pertimbangan untuk mengembangkan erajaan, termasuk upaya dalam menjalin kerjasama luar, seperti dengan Talaga, Kuningan, Cirebon, Kawali dan Bojong Ciamis.

Bersama dengan pemindahan Ibu Kota Kerajaan Panjalu diatas mulailah Ratu Permanadewi merintis dan membangun tatanan Kerajaan baru dengan meletakkan dasar-dasar Kerahayuan sebagai pedoman hidup warga dan Filsafat Kerajaan. Kerajaan inilah yang kemudian dinamakan Kerajaan Soko Galuh Panjalu, dengan Ibu Kota Kerajaan ini Dayeuh Luhur terletak didataran tinggi diatas Kota Panjalu sekarang.

Dikenal 3 (tiga) bagian Kerajaan Galuh yakni Soko Galuh (Panjalu Kawali), Galuh Tengah (Bojong Ciamis) dan Sirah Galuh (Bagalo, Kalipucang, Ciamis Selatan). Identitas Ratu Permanadewi dengan ajaran Kerahayuannya itu antara lain tertulis pada Prasasti Wangsit Sanghyang Ratu Permanadewi di Nusa Gede Situ Lengkong Panjalu. Pada Prasasti Wangsit tersebut tertulis:

“Sing Hirup Hayodyaning Gusti Samawing Hanung Raratu Pramanadewi Sang Nunggal Sumara Bumi, Kawiwitan Putra Saka Galuh, Bagja Hamuyut Nuka, Sing Sirah Makaliung, Hanurata Cungcurap Laras, Cewang Ka Kabeh Hincu, Matang Aji Sakaning Dunya, Titis Bumi Panjalu Hanyakraning Dewi, Suga, Laras, Mulya.”

Sepeninggal Ratu Permanadewi, dan Prabu Rangga Gumilang, ajaran Karahayuan kemudian dikukuhkan menjadi papagon oleh putranya yang bernama Prabu Sanghyang Sampulur. Raja Panjalu Luhur atau yang kemudian disebagai “Prabu Lembu Sampulur I”. Sejak itu ajaran Karahayuan juga disebut ajaran Ka-Panjaluan.

Masa keemasan Kerajaan diperoleh ketika tahta dipegang oleh puteranya Lembu Sampulur I yang bernama Prabu Sanghyang Cakradewa, raja yang terkenal arif bijaksana, teguh melaksanakan Papagon atau Ajaran Karahayuan, serta memiliki kemampuan membaca tanda-tanda jaman menangkap firasat hal-hal yang bakal terjadi (weruh sadurung winara, waspada permana tinggal). Sebagai Raja linuhung (berilmu tinggi) dan Pinandita (bersifat Wiku) ia berpendirian, bahwa tujuan hidup manusia memperoleh keselamatan dan kesejahteraan hidup yang hakiki (sejati) pula, adalah suatu kewajiban warga Panjalu untuk memiliki ilmu tersebut, bukan hanya untuk dipahami dan diyakini, melainkan harus digunakan dalam kehidupan, ia harus membagi dalam diri dan dilakukan dalam perbuatan (Pakena Gawe Rahayu).

Prabu Sanghyang Cakradewa adalah Raja yang menaruh perhatian besar terhadap nasib generasi mendatang supaya mensejahterakan rakyatnya dipandang sebagai kesejahteraan yang langgeng sepnkang masa, dari generasike generasi. Karena itu ia mendambakan tahta kerajaan nanti dipegang oleh orang yang memiliki ilmu yang berguna bagi kesejahteraan generasi dikemudian hari.

comment 1 komentar:

ade on Kamis, Maret 03, 2011 8:10:00 PM mengatakan...

sip,,, salam,,

Posting Komentar

Silahkan beri komentar dan komentarnya jangan bernada spam ya.

 
© 2010 SUFI UNDERGROUND powered by Blogger
Template by Fresh Blogger Templates | Blogger Tutorial | Re-Designed by: X-Lab Project