.:. Kata-Kata Mutiara Hari Ini: "Pergilah keluh, ku tak mau berteman dengamu... Silahkan kesah, kau bukan takdirku... Mujahadah adalah temanku, dakwah adalah nafasku dan Allah adalah kasihku... Maafkan segala kesalahan...Bila Allah mengampuni dosa-dosamu, kamu pasti bertobat...Bila Allah menerimamu, kamu pasti bertaqarrub dengan ikhlas kepada-Nya...Bila Allah mengingatmu, kamu pasti berdzikir kepada-Nya...Bila Allah menunjukkan kemuliaan-Nya padamu, kamu pasti merasa hina-dina dihadapan-Nya...Bila Allah hendak mencukupimu, pasti kamu merasa faqir kepada-Nya...Bila Allah menunjukkan kekuatan-Nya padamu, pasti engkau lemah tidak berdaya...Bila Allah menunjukkan kekuasaan-Nya, pasti engkau tak memiliki kemampuan apa-apa...Bila Allah mencintaimu, kamu pasti mencintai-Nya...Bila Allah meridhoimu, engkau pasti ridho terhadap apapun ketentuan-Nya...Bila Allah mengangkat derajatmu, engkau selalu memasuki pintu-pintu taatmu...Bila Allah menghinamu, kamu pasti bermaksiat dan menuruti hawa nafsumu...Taat itu lebih utama dibanding pahalanya...Doa itu lebih utama dibanding ijabahnya...Istiqomah itu lebih utama dibanding karomahnya...Berjuang itu lebih utama dibanding suksesnya...Sholat dua rekaat itu lebih utama ketimbang syurga seisinya...Bertobat itu lebih utama ketimbang ampunan...Berikhtiar itu lebih utama ketimbang hasilnya...Bersabar itu lebih utama ketimbang hilangnya cobaan...Dzikrullah itu lebih utama dibanding ketentraman hati...Wirid itu lebih utama ketimbang waridnya...Jangan menunggu bahagia baru tersenyum, tapi tersenyumlah, maka kamu kian bahagia " .:. ~~

Get Updates Via Email

Dapatkan update terbaru

dari Blog SufiUnderground langsung ke
Email anda!

WACANA SENI ISLAM: MUSIK, RELIGIUSITAS DAN SPRITUALITAS

Perdebatan tentang boleh tidaknya musik dalam Islam telah berlangsung lama. Secara perdebatan-perdebatan tersebut lebih banyak didasarkan atas hadis-hadis tertentu, yang bilangannya tidak cukup besar. Padahal tidak kalah besar pula bilangan hadis yang membolehkan penggunaan musik dan seni suara, baik dalam rangka syiar Islam maupun dalam rangka perkembangan kebudayaan Islam. Di tengah pertentangan dan perdebatan itu pula muncul kecenderungan ekstrim, dalam arti langsung menetapkan halal dan haramnya seni dalam Islam, termasuk musik dan seni suara. Berkaitan dengan sikap seperti itu, tidak sedikit orang lupa bahwa hukum Islam tidak hanya berada di antara dua kutub yang berlawanan, yaitu halal dan haram. Di antara keduanya terdapat kutub-kutub lain seperti sunnah, mubah dan makruh.

Kecuali itu ada kecenderungan yang umum dalam masyarakat, yaitu sangkaan bahwa yang disebut ‘seni’ itu ialah musik dan lagu-lagu hiburan, serta seni popular lainnya. Karena ketiadaan pengetahuan tentang seni dan estetika serta sejarah seni, khususnya sejarah seni Islam, maka apabila berbicara tentang seni Islam yang lazim dijadikan titik tolak ialah pengalaman dan pengetahuannya yang terbatas itu. Mereka lupa bahwa khazanah seni Islam -- kesusastraan, seni rupa, arsitektur, seni musik dan seni suaranya, serta ragam estetikanya – sedemikian kaya.

Karangan ini ditulis dengan tujuan memberikan apresiasi tentang seni musik dan suara dalam peradaban Islam. Sebelum membicarakan perdebatan berkenaan dengan boleh tidaknya musik dalam Islam, akan dikemukakan dulu bahwa pertentangan atau perdebatan yang timbul selama ini tidak menyangkut persoalan intrinsik musik itu sendiri. Melainkan berkenaan dengan pengertian tentang musik, sebagai seni atau sekadar ungkapan kesedihan dan hura-hura. Dalam sejarah Islam, untuk menyebut musik seperti yang diartikan sekarang ini, digunakan perkataan handasah al-sawt yang artinya ialah seni suara atau nyanyian. Sedangkan istilah al-musiqa (musik) digunakan untuk menyebut segala jenis musik bersifat hiburan (entertainment, pelipur lara). Sedangkan lagu atau nyanyian hiburan lazim disebut al-ghina’.

Yang terakhir ini secara umum merujuk pada musik atau nyanyian profan, yang tidak punya kaitan langsung dengan kehidupan keagamaan. Bahkan pada masa awal digunakan untuk menyebut nyanyian yang diiringi musik untuk memanggil jin atau roh halus sebagaimana dilakukan ahli-ahli sihir Arab jahiliyah atau dukun-dukun Yahudi yang disebut kahin. Misalnya seperti dilakukan orang-orang Arab Utara sebelum datangnya Islam, dalam upacara mengelilingi batu suci (nushb) yang dimeriahkan dengan nyanyian keagamaan yang disebut nashb (Farmer 1988).


Tradisi yang berkaitan dengan penggunaan musik dan nyanyian dlam upacara memanggil jin atau kekuatan gaib dapat dibaca dalam kitab `Iqd al-farid (abad ke-10 M). Di situ dikisahkan juga bagaimana Nabi Daud a.s. memainkan mi’zaf, alat musik sejenis harpa, untuk menyaingi kemahiran dukun-dukun Yahudi dalam memanggil setan melalui musik dan nyanyian. Berdasarkan cerita ini maka sampai sekarang seorang pemain musik disebut `azzaf.

Musik dan Handasah
Ismail dan Lois Lamnya al-Faruqi (1992:463-501) mengatakan bahwa musik yang diterima dalam Islam, yang disebut handasah al-sawt (selanjutnya ‘handasah’ saja) ialah seni yang dipandang sebagai pernyataan estetik yang bersumber dari tradisi Islam, yang kaidah dan pelaksanaannya berakar dalam estetika al-Qur’an atau seruan al-Qur’an. Bagaimana kita memahami seni suara dan musik yang demikian? Pertama, dengan cara melihatnya dari sudut pandang sosiologi; dan kedua, melihatnya dari sudut pandang teori, yaitu sistem estetikanya sendiri.

Secara sosiologis, seni yang diterima dalam istiadat Islam ialah seni yang mengakibatkan pelaku dan menikmatnya memandangnya dan mempergunakannya dengan cara-cara unik dan khusus Islami. Ini berkenaan antara lain deengan cara-cara penyajiannya. Seni suara dan bunyi digunakan dalam salat, upacara keagamaan dan
majlis-majlis di luar itu dapat dimasukkan ke dalam handasah. Misalnya bacaan ayat suci dan doa dalam salat, seruan azan, takbir, tahmid, zikir, wirid, tahlil, tilawah dan qira’a atau pembacaan ayat suci al-Qur’an yang dilagukan seindah dan semerdu mungkin dan lain-lain. Secara estetik pola nada dan lagu dari seni-seni yang telah
disebutkan ini bersumber dari pola musik dan nada ayat-ayat al-Qur’an itu sendiri, begitu pula cara penyajiannya dimaksudkan untuk menghidupkan suasana keagamaan.

Di luar handasah semacam ini terdapat nyanyian yang tema syairnya bersifat keagamaan seperti qasida, ghazal (di Iran), nefes dan sugul (Turki), muwashshah dini (Maroko), nasyid dan marawis (Asia Tenggara) dan lain-lain. Atau handasah yang perannya memberikan suasana keagamaan, misalnya inprovisasi bunyi atau intrumentalia dan improvisasi vokal seperti taqasim, layali dan qasidah di Turki, awaz di Iran, shakl di Afghanistan, sayil dan baqat di Indonesia dan Malaysia.

Secara umum handasah atau musik dan seni suara yang diterima dalam Islam dapat dibagi menurut keperluan dan tatanan estetiknya sebagai berikut:

1. Jenis seni suara yang sepenuhnya tunduk pada estetika al-Qur`an seperti tilawah, qira’ah dan lain-lain. Karena berkaitan langsung dengan penyampaian wahyu ilahi maka seni semacam ini menempati urutan pertama dalam kehidupan estetis kaum Muslimin

2. Urutan berikutnya ialah handasah yang berkitan dengan seruan salat dan ibadah seperti azan; atau yang dimaksud sebagai bagian dari ibadah seperti tahmid, takbir, zikir, wirid dan lain-lain. Puncak dari jenis handasah seperti ini ialah sama’, konser keruhanian sufi yang dilengkapi dengan orkestra, pembacaan puisi dan gerak tari tertentu. Pembacaan Kasidah Burdah, Kasidah Barzanji, Rampai Maulid (di kalangan orang Melayu) dan lain-lain, yang dinyanyikan dengan indah dan sering disertai iringan musik, termasuk dalam urutan ini sebab isinya adalah lantunan puji-pujian kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan karenanya mengandung seruan ibadah.

Dalam kenyataan pembacaan kasidah semacam ini bermula dari kaum sufi dan memainkan peranan penting dalam penyebaran agama Islam di Asia Barat, Asia Tengah, India, Asia Tenggara dan Afrika. Pembacaan Salawat Badar yang dinyanyikan dengan indah termasuk pula di dalamnya.

3. Urutan ketiga ialah seni improvisasi bunyi dari alat musik tertentu atau instrumentalia dan suara. Misalnya seperti dilakukan dalam sama’, atau pemukulan rebana dalam upacara keagamaan dan kemasyarakatan. Misalnya seni Rebana Biang dan banyak jenis seperti itu ditemukan dalam kehidupan masyarakat Muslim.

4. Lagu-lagu dengan tema keagamaan, perjuangan menegakkan agama; lagu-lagu dengan tema falsafah atau tema keislaman secara umum. Tari Seudati yang heroik di Aceh, yang dahulunya disertai pembacaan Hikayat Perang Sabil, termasuk dalam jenis ini.

5. Musik atau nyanyian hiburan (al-ghina’) yang mengandung unsur pendidikan dan tidak mendorong pendengarnya untuk melalaikan kewajiban agama.

Melalui penjelasan ini kita dapat memahami bahwa, walaupun terdapat sejumlah ulama yang keberatan terhadap musik, akan tetapi musik dan seni suara ternyata berkembang marak dalam sejarah kebudayaan Islam. Tepat seperti dikatakan Seyyed Hossein Nasr (1993:165) bahwa yang diperlukan orang untuk menyadari pentingnya musik dalam kehidupan orang Islam ialah hanya kesediaan mempelajari sejarah kebudayaan dan sosial Islam. Pada masa pemerintahan Umayyah (654-750 M), beberapa kota kaum Muslimin seperti Madinah dan Damaskus telah merupakan pusat kegiatan seni musik yang penting di Asia Barat.

Musik dan seni suara semakin marak pada zaman Abbasiyah (750-1256 M) yang memerintah di Baghdad, perkembangan yang diikuti pula di Andalusia pada masa yang sama. Pada masa itu para sultan, amir, bangsawan, filosof, cendekiawan dan sufi terkemuka tampil ke depan sebagai pelindung, penggalak dan penjaja kegiatan seni musik dan suara. Begitu pula pada zaman-zaman sesudahnya, ketika wilayah penyebaran agama Islam semakin luas meliputi hampir separuh benua Afrika di Barat dan sebagian negeri Cina, kepulauan Melayu Nusantara di Asia Tenggara. Lebih jauh Ismail R. Al-Faruqi (1992) mengemukakan daftar yang cukup panjang tentang tokoh-tokoh yang aktif menulis risalah dan buku berkenaan dengan musik dan seni suara di kalangan filosof, ulama, sastrawan, budayawan dan ahli tasawuf sejak abad ke-9 hingga abad ke-19 M. Semua itu menambah bukti bahwa orang-orang Islam memberi perhatian besar pada musik, dan bahkan teori musik yang dikemukakan mereka berpengaruh bukan saja di kalangan orang Islam, tetapi juga di Eropah dan India.

Buku-buku yang ditulis para cendekiawan Muslim itu mencakup masalah pengertian yang luas tentang musik, asas-asas estetika Islam, teori musik, uraian tentang instrumen musik dan penggunaannya, tilawah dan qira’ah, tata tertib sama’ (konser musik keruhanian), puisi karya para penyair terkenal yang telah dinyanyikan dan dibuatkan lagunya, dan lain sebagainya.

Di antara tokoh-tokoh terkenal yang menulis buku tentang peranan penting musik dalam kehidupan ialah Ibn Kurdadhbih, Ibn al-Qutaybah, al-Jahiz, al-Kindi (abad ke-9 M); Al-Farabi, al-Isfahani, al-Khwarizmi, Mas’udi (abad ke-10 M), al-Sulami, Imam al-Ghazali, al-Zamaksyari (abad ke-11 M), Ibn `Arabi, Ibn Khalliqan, Suhrawardi, Ruzbihan al-Baqli, Jalaluddin Rumi (abad ke-12 dan 13 M). Buku tentang musik juga tetap ditulis pada abad-abad selanjutnya.

Di antara penulis abad ke-19 yang teorinya masih berpengaruh hingga kini ialah al-Bulaqi dari Kairo menulis tentang adab menyanyi dan menggunakan instrumen dan Masaqah dari Damaskus yang menulis teori Musik; al-Hijazi dari Mesir yang menulis teori musik dan al-Alawi dari Maroko yang menulis tentang tatatertib sama’, konser keruhanian sufi.

Di Jawa para wali abad ke15 dan 16 M, juga membangun teori musik dan estetika Islam. Yang terkenal di antaranya ialah Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Dengan menerapkan asas-asas estetika sufi ke dalam penggunaan instrumen gamelan, Sunan Bonang umpamanya berhasil menjadikan gamelan sebagai sarana kontemplasi (tafakur) dan pembebasan jiwa (tajarrud) dari kungkungan dunia material. Lantas sejak itu gamelan Jawa dan Madura berbeda dari gamelan Bali, yang bertahan sebagai gamelan Hindu.

Maraknya kegiatan musik di kalangan orang Islam di Barat maupun di Timur dapat dilihat betapa dalam setiap perayaan keagamaan dan upacara kemasyarakatan tidak
pernah tidak disertai nyanyian dan musik. Pada bulan Ramadhan hampir di seluruh negeri Islam terdapat kebiasaan membangunkan orang untuk bersahur dengan menggunakan musik dan nyanyian. Sejak lama pula setiap pemberangkatan tentara Islam menuju medan perang selalu diiringi bunyi-bunyian yang menggugah keberanian. Salah satu musik militer yang terkenal di dunia adalah Mars Turki, yang dicipta pada masa kekuasaan Bani Usmaniah abad ke-15 sampai 19 M.

Semua itu telah menjawab keraguan sebagian orang bahwa musik sukar berkembang dalam Islam karena adanya semacam larangan. Dalam menjawab keraguan itu pula Seyyed Hossein Nasr (1992:168) mengemukakan bahwa “sebaiknya persoalan-persoalan yang berhubungan dengan musik dicari dalam tasawuf dan falsafah; sebab persoalan tentang arti penting musik bukanlah persoalan hukum atau fiqih, melainkan berkenaan dengan psikologi dan keruhanian yang merupakan lapangan pembahasan ahli tasawuf dan filosof.”

Di antara arti penting musik dalam kehidupan dikemukakan oleh Ruzbihan al-Baqli dalam bukunya Risalat al-Quds. Menurut Ruzbihan al-Baqli musik keruhanian mampu
membantu jiwa mempertahankan kelangsungannya, sebab ia merupakan makanan yang sehat bagi jiwa. Musik berperan menentramkan pikiran dan membebaskannya dari beban dunia, serta memberi hiburan. Ia adalah perangsang mata hati untuk menyaksikan rahasia ketuhanan. Bagi sementara orang, musik merupakan godaan dan gangguan disebabkan ketidaksempurnaan jiwa mereka sendiri. Sedangkan bagi orang lan, yang telah mencapai kesempurnaan jiwa, musik merupakan perumpamaan dan tangga naik menuju alam malakut. Peranan penting musik yang lain, menurut Ruzbihan, adalah tajarrud, membebaskan jiwa dari hal-hal yang bersifat material melalui yang material itu sendiri, yaitu menjadikan nada, irama dan bunyi yang berasal dari alam dunia.

Kendati demikian kita juga tidak dapat mengabaikan begitu saja adanya pertentangan pendapat seperti sering kita dengar. Bagaimana sebenarnya duduk persoalannya dan apa dasar yang membuat larangan terhadap musik berkembang dalam kehidupan orang Islam?


By: Dr. Abdul Hadi W. M.

comment 0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar dan komentarnya jangan bernada spam ya.

 
© 2010 SUFI UNDERGROUND powered by Blogger
Template by Fresh Blogger Templates | Blogger Tutorial | Re-Designed by: X-Lab Project