.:. Kata-Kata Mutiara Hari Ini: "Pergilah keluh, ku tak mau berteman dengamu... Silahkan kesah, kau bukan takdirku... Mujahadah adalah temanku, dakwah adalah nafasku dan Allah adalah kasihku... Maafkan segala kesalahan...Bila Allah mengampuni dosa-dosamu, kamu pasti bertobat...Bila Allah menerimamu, kamu pasti bertaqarrub dengan ikhlas kepada-Nya...Bila Allah mengingatmu, kamu pasti berdzikir kepada-Nya...Bila Allah menunjukkan kemuliaan-Nya padamu, kamu pasti merasa hina-dina dihadapan-Nya...Bila Allah hendak mencukupimu, pasti kamu merasa faqir kepada-Nya...Bila Allah menunjukkan kekuatan-Nya padamu, pasti engkau lemah tidak berdaya...Bila Allah menunjukkan kekuasaan-Nya, pasti engkau tak memiliki kemampuan apa-apa...Bila Allah mencintaimu, kamu pasti mencintai-Nya...Bila Allah meridhoimu, engkau pasti ridho terhadap apapun ketentuan-Nya...Bila Allah mengangkat derajatmu, engkau selalu memasuki pintu-pintu taatmu...Bila Allah menghinamu, kamu pasti bermaksiat dan menuruti hawa nafsumu...Taat itu lebih utama dibanding pahalanya...Doa itu lebih utama dibanding ijabahnya...Istiqomah itu lebih utama dibanding karomahnya...Berjuang itu lebih utama dibanding suksesnya...Sholat dua rekaat itu lebih utama ketimbang syurga seisinya...Bertobat itu lebih utama ketimbang ampunan...Berikhtiar itu lebih utama ketimbang hasilnya...Bersabar itu lebih utama ketimbang hilangnya cobaan...Dzikrullah itu lebih utama dibanding ketentraman hati...Wirid itu lebih utama ketimbang waridnya...Jangan menunggu bahagia baru tersenyum, tapi tersenyumlah, maka kamu kian bahagia " .:. ~~

Get Updates Via Email

Dapatkan update terbaru

dari Blog SufiUnderground langsung ke
Email anda!

SATU CINTA SEBAIT SYAIR KEBENARAN (1): PENGANTAR

Oleh: Martha Connie Constantia
Kata Pengantar  
Kebenaran dan Keniscayaan 
Dialog Antar-Iman  

Aku ada didalam Kristen yang benar. Juga di dalam islam yang benar. Aku juga ada di semua agama yang benar, yaitu yang menyembah kepada ALLAH yang Esa, taat menjalankan perintah-Nya dan membenarkan semua nabi-nabi yang di utus-Nya. Aku tidak pernah membawa agama, aku membawa kebenaran untuk semua umat manusia.

Isa Al-Masih, seperti kesaksian Martha “Connie” Constantia

Kebenaran adalah bahwa Kristen dan islam membentuk satu kompleks keyakinan, yang satu mulai dengan pribadi, dan yang satunya lagi mulai dengan kata keterpisahan. Mereka tidak menunjuk pada dua wilayah kebenaran yang bertentangan, namun sebuah keniscayaan dialogis. 

Hasan Askari, Spiritual Quest, An inter-Religious Dimension.

        Bagaimana kita dapat memahami, memaknai dan menempatkan pengalaman Mbak Martha “Connie” Constantia (CC) yang sangat kompleks ini ? Tentu saja, apa yang dialami dan di ceritakan CC adalah sesuatu yang sangat sulit diterima oleh rasio kaum sekuler maupun rasio legal-formalistik kaum agamawan. Walaupun perkembangan pemikiran filsafat mutakhir menunjukan sesuatu kecendrungan untuk menyadari batas-batas dari rasionalitas dan membuka diri pada kemungkinan pengetahuan-pengetahuan ruhaniah.

        Kalau berangkat dari tradisi tasawuf Islam, pengalaman ruhani yang dialami oleh CC mungkin dapat dibandingkan dengan apa yang disebut sebagai gejala kasy-syaaf. Bisa disebut sebagai suatu proses pencerahan, yang menjadikan seseorang merasa “terlahir kembali” seperti kupu-kupu keluar dari kepompongnya.

        Kasy-syaaf merupakan suatu berkah, walaupun sering kali mengguncangkan dan pedih. Baik bagi yang mengalami maupun bagi orang lain di sekelilingnya. Ia bisa menjadi harapan yang dituju, diupayakan, namun tidak bisa menjadi target yang dipaksakan, atau malah di bikin-bikin. Ia juga bisa “datang” seperti “tamu tak diundang”, biasa disebut sebagai jadzab: seseorang di tarik oleh-Nya ke dalam magnet ketuhanan. Di sini ada faktor penentu, yaitu kehendak, perkenan dan ridlo Tuhan yang Maha Kuasa, Dzat Yang Maha Tampak dan Maha Tersembunyi sekaligus. Oleh karena itu, kasy-syaaf itu sebetulnya gejala yang kompleks dan rumit, sekaligus misterius. Banyak faktor dengan derajat interdependen yang tinggi, yang terjadinya tentu setelah melalui berbagai proses dan tahapnya, namun juga selalu "diseberang“ logika dan perhitungan matematis.

         Seorang muslim sebetulnya dididik untuk mengembangkan dan mematangkan religiusitasnya hingga mencapai”pintu” kasy-syaaf ini. Semacam tiket untuk memasuki alam hidup sejati ( hakiki). Dengan memasuki alam ini, seorang muslim akan diuji keutuhan jiwanya, meniti jalan terjal berliku dan berbahaya, mendaki tangga naik maqam-maqam, demi mencapai derajat kedewasaan dan kesempurnaan kemanusiaannya (insan kamil). Hal ini tercermin dalam ritual perayaan ‘ idul fitri yang mengandung pengertian “kelahiran kembali” itu.

        Secara lebih dalam, ‘idul fitri bermakna perayaan kembalinya jiwa kedalam fitrah (kesucian ). Ia juga mengandung makna lebih jauh lagi kembali kepada hakikat “ asal dan tujuan” hidup manusia, atau dalam ungkapan jawa “Sangkan Paraning Dumadi”, yaitu hidup didalam kesaksian permanent akan wujud Tuhan Yang Esa, Kasih, Sempurna dan Abadi : Tak Ada yang selain Dia.

        Hakikat ”asal dan tujuan” hidup ini menjadi titik ordinat mana setiap kehendak, pikiran, ucapan maupun tindakan manusia mesti dilahirkan. Dan untuk senantiasa berada didalam ”titik” ini manusia membutuhkan perjuangan dan pembelajaran yang terus menerus : jatuh-bangun. Oleh karena itu, didalam perjuangan itu, manusia membutuhkan iman yang teguh. Di dalam “Syair Perahu”nya yang terkenal, Hamzah Fansuri, sufi-penyair-pendidik dari Aceh, menggambarkan iman di dalam perjuangan itu bagai kemudi pelayaran di tengah samudera :

        Laut Sailan terlalu dalam
        di sanalah perahu rusak dan karam
        sungguhpun banyak di sana penyelam
        larang mendapat permata nilam.

        Jikalau engkau ingati sungguh
        angin yang keras menjadi teduh
        tambahan selebu tetap yang cabuh
        selamat engkau kepulau itu berlabuh

        Wujud Allah nama perahunya
        ilmu Allah akan dayungnya
        iman Allah nama kemudinya
        yakin akan Allah nama pawangnya

        Di dalam tradisi, ritual ‘idul fitri diatas “dirayakan” setelah seseorang menjalani “ujian iman” yang keras melalui puasa bulan ramadhan selama sebulan penuh: menahan hawa nafsu, secara lahiriah tidak makan-minum dan berhubungan sex di siang hari, dan secara bathiniah menjauhi segala hal yang dapat mengotori hati dan jiwa.

        Namun demikian, saya sering merasakanya sebagai ironis. Perayaan ‘idul fitrisering dirayakan dengan pesta yang sanfat gemerlap-massal, mewah melibatkan milyaran modal, dan bahkan secara paradoks “pestanya sudah dimulai” sejak awal bulan puasa yang semestinya merupakan bulan prihatin. Dalam suasana seperti itu, sulit sekali kita menemukan manusia yang “terlahir kembali” secara hakiki. “Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tiada berpahala, kecuali lapar dan dahaga” begitu sabda Nabi Muhammad yang terkenal. Artinya, banyak sekali yang tidak menyadari dan menjalani hakekat puasa sebagai pendidikan jiwa, sehingga tradisi dan keimananya gagal membawa “perahu”nya berlabuh dengan selamat, ke pantai hakikat. Seperti puisi Hamzah Fansuri di atas : Laut sailan terlalu dalam/disanalah perahu rusak dan karam/sungguhpun banyak disana penyelam/larang mendapat permata nilam.

        Jadi, iman memang tidak pernah stabil. Ia bisa membawa seseorang kepada kesejatian, tetapi juga bisa menjerumuskanya kedalam kepalsuan diri. Ada kalanya kadar iman seseorang berkurang, ada kalanya pula bertambah kokoh. Untuk memperkokoh iman tersebut, di dalam tradisi Islam, seseorang harus mengembangkan dua disiplin : lahir dan batin, syari’at dan hakikat. Disiplin lahir dilakukan dengan menjalani ritual dan perilaku secara baik sesuai tuntunan yang diyakini. Disiplin batin dilakoni dengan mengeksplorasi jiwa, membebaskanya dari kungkungan dogma, mengarahkannya kepada Sumber dari segala Sumber Kebenaran dan Kreativitas, tanpa henti, sehingga dapat selalu memperbaharui pencapaian derajat kemanusiaan yang semakin tinggi.

        Namun demikian, seperti saya sampaikan di atas, masalah pengalaman kasy-syaaf ini tetaplah suatu misteri Tuhan Yang Maha Gaib. Ia ditentukan oleh kekuasaan dan Kehendak-Nya. Karena nyatanya, tidak ada kepastian dan jaminan kepada orang yang menjalani kedua disiplin tersebut secara ketat pun akan mengalaminya. Manusia hanya berusaha, Tuhan yang menentukan.  

comment 0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar dan komentarnya jangan bernada spam ya.

 
© 2010 SUFI UNDERGROUND powered by Blogger
Template by Fresh Blogger Templates | Blogger Tutorial | Re-Designed by: X-Lab Project