.:. Kata-Kata Mutiara Hari Ini: "Pergilah keluh, ku tak mau berteman dengamu... Silahkan kesah, kau bukan takdirku... Mujahadah adalah temanku, dakwah adalah nafasku dan Allah adalah kasihku... Maafkan segala kesalahan...Bila Allah mengampuni dosa-dosamu, kamu pasti bertobat...Bila Allah menerimamu, kamu pasti bertaqarrub dengan ikhlas kepada-Nya...Bila Allah mengingatmu, kamu pasti berdzikir kepada-Nya...Bila Allah menunjukkan kemuliaan-Nya padamu, kamu pasti merasa hina-dina dihadapan-Nya...Bila Allah hendak mencukupimu, pasti kamu merasa faqir kepada-Nya...Bila Allah menunjukkan kekuatan-Nya padamu, pasti engkau lemah tidak berdaya...Bila Allah menunjukkan kekuasaan-Nya, pasti engkau tak memiliki kemampuan apa-apa...Bila Allah mencintaimu, kamu pasti mencintai-Nya...Bila Allah meridhoimu, engkau pasti ridho terhadap apapun ketentuan-Nya...Bila Allah mengangkat derajatmu, engkau selalu memasuki pintu-pintu taatmu...Bila Allah menghinamu, kamu pasti bermaksiat dan menuruti hawa nafsumu...Taat itu lebih utama dibanding pahalanya...Doa itu lebih utama dibanding ijabahnya...Istiqomah itu lebih utama dibanding karomahnya...Berjuang itu lebih utama dibanding suksesnya...Sholat dua rekaat itu lebih utama ketimbang syurga seisinya...Bertobat itu lebih utama ketimbang ampunan...Berikhtiar itu lebih utama ketimbang hasilnya...Bersabar itu lebih utama ketimbang hilangnya cobaan...Dzikrullah itu lebih utama dibanding ketentraman hati...Wirid itu lebih utama ketimbang waridnya...Jangan menunggu bahagia baru tersenyum, tapi tersenyumlah, maka kamu kian bahagia " .:. ~~

Get Updates Via Email

Dapatkan update terbaru

dari Blog SufiUnderground langsung ke
Email anda!

VIDEO ARIEL DAN LUNA; SYAHWAT KEMUNAFIKAN KITA

Dalam kontroversi Inul ‘ngebor’ beberapa tahun silam, mestinya para pemimpin bangsa langsung berkontemplasi, bahwa sudah sekian puluh tahun para pemimpin kita tidak menggunakan akal sehatnya untuk memimpin, para Ulamanya digambarkan oleh KH Mustofa Bisri berada dalam maljis dzikir yang ditengah-tengahnya ada penari yang ngebor. Sebuah potret luapan syahwat yang pahit dalam beragama, dalam ber-ritual dan keteladanan batin anak-anak bangsa ini.

Dan saat ini, tidak satu pun lembaga, Ormas keagamaan atau pun tokoh yang melihat peristiwa Ariel-Luna, dengan forum kearifan, apalagi dengan “kacamata Tuhan” yang penuh dengan pancaran Kasih Sayang dan Kelembutan. Semua muncul dengan nada marah, sekaligus pembenaran diri sendiri. Apakah kita harus minum miras, lalu mabuk lebih dahulu, kemudian sambil mabuk kita mengharamkan miras sembari memecahkan botol-botolnya? Bayangkan jika berjuta-juta pengguna seluler menghujat Ariel-Luna, pada saat yang sama mereka secara sembunyi menikmati video yang ada?


Padahal, menurut dimensi spiritual Islam (Sufisme), tingkat kearifan seseorang harus dikedepankan dalam memandang berbagai peristiwa “gelap”. Dalam tradisi Sufi, ada cara pandang yang lebih berhikmah dalam melihat kasus video porno tersebut. Seperti dikatakan Ibnu Athaillah as-Sakandary, “Terkadang Allah mentakdirkan hambaNya berbuat dosa, agar si hamba lebih dekat kepadaNya…” Atau dalam hikmah lainnya, “Maksiat yang menimbulkan remuk redam jiwa di depan Allah, lebih baik dibanding ibadah yang melahirkan rasa sombong dan sok mulia…”

Bukankah video tersebut sebagai “sindiran” Allah kepada bangsa ini agar tidak munafik dengan diri sendiri? Bukankah Cahaya Allah, tampak semakin jelas justru dari sisi kegelapan, dan sebaliknya betapa banyak kegelapan yang subur dari ritual ibadah atas nama Tuhan, atas nama Nabi, atas nama Islam? Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an, “Allah memasukkan malam dalam siang, dan memasukkan siang dalam malam.” Yang ditafsirkan oleh para sufi, “Allah memasukkan maksiat dalam ibadah, dan memasukkan ibadah dalam maksiat”?

Nabi Adam as, dan Hawa, ditakdirkan bersalah di syurga, karena memang Nabi, Rasul, Khalifah, serta Bapak Manusia itu harus diangkat ketika ada di muka bumi. Derajat Risalah dan Nubuwwah justru muncul paska dosa di syurga. Sebuah “rahasia Ilahi” yang sangat dramatis dan kelak menjadi pelajaran bagi anak cucu Adam itu sendiri. Bahwa, sebesar apa pun dosa seseorang, tidak boleh menghalangi prasangka baiknya (husnudzon) kepada Allah Swt.

Rasanya sudah terlalu jenuh kita dicekoki oleh informasi yang paradoks dalam keseharian batin kita, tapi juga respon publik yang sangat konyol dan sombong. Kelak jika kondisi iniberlarut, akan muncul kegamangan yang membahayakan kejujuran hati kita. Luka-luka moral, bukannya disembuhkan, tetapi dibiarkan meradang agar ada kompensasi musuh bersama yang kekanak-kanakan seperti yang kita lihat selama ini.

Sudah terlalu lama kita kehilangan “hikmah”, bahkan kejujuran batin yang bercahaya. Jangan sampai kita terjebak pada arena, yang dihuni oleh para penjahat yang sedang berlomba membangun peradaban jahat tanpa sedikitpun merasa jahat, karena cahaya tak pernah muncul di kegelapannya. Juga jangan terjebak pada arena terang benderang yang dihuni oleh orang yang merasa dirinya patuh pada Tuhannya, lalu membangun peradaban “cahaya” dari kegelapan keangkuhan spiritualnya.

Oleh: KH DR Emelham
(Pimred Majalah Cahaya Sufi)

comment 1 komentar:

hermanx on Rabu, Juli 28, 2010 1:06:00 AM mengatakan...

Amboiiiii...

Posting Komentar

Silahkan beri komentar dan komentarnya jangan bernada spam ya.

 
© 2010 SUFI UNDERGROUND powered by Blogger
Template by Fresh Blogger Templates | Blogger Tutorial | Re-Designed by: X-Lab Project