PREDATOR RUHANI
By Unknown on Selasa, 18 Mei 2010
Harus segera diwaspadai, bahwa tata ruhani kita sekarang ini ada dalam wilayah yang berbahaya. Jika kita tidak segera mengembangkan fungsi kerohanian, diri kita hanya akan makin menambah deretan panjang korban akibat kerapuhan ruhani yang menjalar menjadi kerapuhan sosial.
Kita akan mudah terpana pada ajaran-ajaran baru yang semula kita sangka ajaran masa depan yang memberikan harapan. Seandainya pun kita dapat selamat dari bujuk rayu ajaran-ajaran baru, masih menganga dihadapan kita godaan dengan menganggap hidup ini tak berharga lalu dengan mudah pula kita melakukan tindak bunuh diri sebelum mematikan pihak lain.
Itulah karenanya......
Itulah karenanya kita perlu memahami lebih utuh siapa dan dari mana kita berasal serta akan kemana kita berpulang, agar matarantai ruhaniyah yang kita miliki tak menjadi distorsi hingga membuat kita meronta-ronta dengan caranya sendiri ketika tekanan baik dari dalam mapun luar datang menekan. Orang-orang akan makin mudah membunuh dirinya sendiri, dan bagi pihak yang telah tidak menganggap berharga hidupnya, ia akan menjadi mudah pula mematikan pihak lain.
Sehingga sulit membayangkan tokoh besar seperti Nelson Mandela, tumbuh sebagai legenda kemanusiaan jika ia tidak pernah (mowo beo) dipenjara demikian lamanya. Sulit membayangkan pelawak Tukul Arwana selucu sekarang ini, jika ia tidak pernah (mowo beo) menjadi sopir, miskin dan dihina.
Itulah agaknya selalu ada godaan untuk terpana pada ajaran-ajaran baru yang mereka sangka ajaran masa depan dan yang menjadi letak sebuah harapan. Orang-orang itu bukan lahir begitu saja. Ia adalah produk ruhani yang distortif. Ada jenis mata rantai kehidupan yang mereka tersangkut didalamnya. Ia bagian yang tak terpisah dari sebuah system ruhaniah, sehingga meronta-ronta dengan caranya. Pemberontakan itu bisa berupa pegawai yang indisiplin, tentara yang disersi, polisi yang main tembak dan orang awam yang menjadi kriminal.
Pada hakekatnya seseorang yang hidup didalam sistem pun akan menjadi sumber jika sistem itu penuh tekanan diluar yang semestinya. Tekanan itu bisa berasal dari aturan kerja yang terlalu menekan, gaji yang rendah, hingga kepemimpinan yang buruk
mutunya.
Kepemimpinan inilah akhirnya yang menjadi segala muara, karena sistem yang tidak baik akan menjadi baik ditangan pemimpin yang baik. Dan system yang sempurna akan menjadi percuma ditangan pemimpin yang cacat perilaku ruhaninya.
Keteladanan pemimpin itulah yang kharismanya akan jauh melampaui batas-batas system yang ada. Karena jika negara belum memiliki peraturan yang seksama negara itu akan ditertibkan cukup dengan kebijaksanaannya. Jika sebuah kantor belum memiliki aturan yang jelas tentang sesuatu hal ditangan kepala kantor yang bijak, sebuah ketidak jelasan akan menjadi jelas dengan kemuliaan.
Kemuliaan akan menjadi hukum yang memancar begitu saja, yang orang akan merasakan keadilannya, merasakan kesungguhannya tanpa memerlukan redaksional yang jelas bunyinya. Ia sangat berbeda dengan sebuah peraturan yang jelas bunyinya, tetapi
tanpa kebaikan didalamnya. Maka sebuah peraturan yang baik pun akan menjadi jahat jatuhnya.
Menjadi jelas karena Indonesia membutuhkan peraturan yang lebih baik, tetapi jauh lebih mendesak adalah kebutuhan akan kepemimpinan yang lebih baik. Kebaikan inilah yang kita harapkan akan segera menjadi peredam bagi tingkat kesabaran publik yang
terus menipis bagi kesalehan ruhani yang terus mengalami degradasi.
Hanya kesalehan ruhani ini, yang akan menyelamatkan kita dari ancaman wabah predatorik yakni penyakit yang menempatkan manusia cenderung memaknai orang lain sebagai mangsanya. Dan kesalehan ruhani itu harus muncul pertama dari pribadi para pemimpinnya.
Meski demikian, untuk memiliki kesalehan ruhani, setiap kita tak perlu menunggu para pemimpin memilikinya terlebih dahulu.
Suka dengan artikel ini? Silahkan bagikan.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar dan komentarnya jangan bernada spam ya.