
By: Yahya Cholil Staquf
dkholus suruur adalah sebentuk akhlak mulia yang amat dianjurkan, tapi bukannya tanpa resiko salah paham.
Di akhir pengajian suatu malam, Mbah Kusnan sang tuan rumah menjamu Mbah Bisri Mustofa dengan berbagai hidangan makan larut malam yang lezat-lezat. Mbah Bisri, beberapa santri pendhereknya dan sejumlah tamu undangan pun menikmati pesta dengan lahapnya. Habis nasi di piring Mbah Bisri dan teh manis pun telah diminum pula, Mbah Kusnan buru-buru menyodorkan setandan pisang kehadapan kiyai pujaannya itu. Meskipun sudah merasa kenyang, Mbah Bisri ber-idkhoolus suruur kepada Mbah Kusnan. “Waahh!” serunya dengan suara riang, “sampeyan kok tahu saja kesukaan saya!” Keruan, Mbah Kusnan merasa amat bahagia khidmahnya diterima.
Esok harinya, sebelum Mbah Bisri selesai mengaji waktu dluha, telah datang kiriman setandan pisang. “Dari Mbah Kusnan”, kata santri yang menerima, melaporkan. Esoknya lagi, pada waktu yang sama, setandan pisang datang lagi. Dan besoknya lagi, dan besoknya lagi…. Hingga berminggu-minggu Mbah Kusnan beristiqomah mengirim tandan pisang setiap harinya. Sampai-sampai, Mbah Bisri pun mblêngêr. “Kang Kusnan ini gimana?” keluhnya, “apa dikiranya aku ini ménco?”
* * * * *
Idkholus surur juga terkadang tidak mudah.
Kiyai Ahmad Abdul Hamid, Kendal, Rois Syuriyah PWNU Jawa Tengah waktu itu, terkenal sebagai penggemar olah raga. Walaupun sudah sepuh, beliau tetap aktif dalam berbagai kegiatan olah raga, dari jogging sampai dengan sepak bola. Kiyai Ahmad juga senantiasa membina hubungan baik dengan segala kalangan. Tidak aneh jika, ketika seorang pengusaha setempat berisnvestasi membangun kolam renang publik, Kiyai Ahmadlah yang diminta meresmikannya.
Karena Kiyai Ahmad adalah seorang olah ragawan –dan untuk memenuhi unsur entertainment—maka diagendakan bagi beliau untuk melakukan “lompatan pertama” dari
menara kolam. Tak tanggung-tanggung, sang pengusaha menghadiahkan sepotong celana renang untuk beliau kenakan bagi keperluan itu. Jelas, ini situasi yang sulit.
Demi idkholus surur, Kiyai Ahmad merasa tak sampai hati menyingkirkan celana renang pemberian si pengusaha. Tapi, celana itu tak cukup panjang untuk menutupi auratnya. Apa akal?
Pada waktu yang ditentukan untuk acara peresmian itu, Kiyai Ahmad tampil di puncak menara kolam, bercelana panjang, dengan celana renang dikenakan diluarnya laksana Superman!
____________________
Catatan tambahan:
Sayang sekali saya tak punya fotonya Almarhum Mbah Kiyai Ahmad Abdul Hamid. Ada yang bisa bantu?
Posting Komentar
Silahkan beri komentar dan komentarnya jangan bernada spam ya.