.:. Kata-Kata Mutiara Hari Ini: "Pergilah keluh, ku tak mau berteman dengamu... Silahkan kesah, kau bukan takdirku... Mujahadah adalah temanku, dakwah adalah nafasku dan Allah adalah kasihku... Maafkan segala kesalahan...Bila Allah mengampuni dosa-dosamu, kamu pasti bertobat...Bila Allah menerimamu, kamu pasti bertaqarrub dengan ikhlas kepada-Nya...Bila Allah mengingatmu, kamu pasti berdzikir kepada-Nya...Bila Allah menunjukkan kemuliaan-Nya padamu, kamu pasti merasa hina-dina dihadapan-Nya...Bila Allah hendak mencukupimu, pasti kamu merasa faqir kepada-Nya...Bila Allah menunjukkan kekuatan-Nya padamu, pasti engkau lemah tidak berdaya...Bila Allah menunjukkan kekuasaan-Nya, pasti engkau tak memiliki kemampuan apa-apa...Bila Allah mencintaimu, kamu pasti mencintai-Nya...Bila Allah meridhoimu, engkau pasti ridho terhadap apapun ketentuan-Nya...Bila Allah mengangkat derajatmu, engkau selalu memasuki pintu-pintu taatmu...Bila Allah menghinamu, kamu pasti bermaksiat dan menuruti hawa nafsumu...Taat itu lebih utama dibanding pahalanya...Doa itu lebih utama dibanding ijabahnya...Istiqomah itu lebih utama dibanding karomahnya...Berjuang itu lebih utama dibanding suksesnya...Sholat dua rekaat itu lebih utama ketimbang syurga seisinya...Bertobat itu lebih utama ketimbang ampunan...Berikhtiar itu lebih utama ketimbang hasilnya...Bersabar itu lebih utama ketimbang hilangnya cobaan...Dzikrullah itu lebih utama dibanding ketentraman hati...Wirid itu lebih utama ketimbang waridnya...Jangan menunggu bahagia baru tersenyum, tapi tersenyumlah, maka kamu kian bahagia " .:. ~~

Get Updates Via Email

Dapatkan update terbaru

dari Blog SufiUnderground langsung ke
Email anda!

Kebahagiaan....Duh Apa Itu Kebahagiaan ?

Kondisi senantiasa bahagia dalam situasi apa pun, inilah yang senantiasa dikejar oleh manusia. Manusia ingin hidup bahagia. Hidup tenang, tenteram, damai, dan sejahtera. Sebagian orang mengejar kebahagiaan dengan bekerja keras untuk menghimpun harta. Dia menyangka bahwa pada harta yang berlimpah itu terdapat kebahagaiaan. Ada yang mengejar kebahagiaan pada tahta, pada kekuasaan. Beragam cara dia lakukan untuk merebut kekuasaan. Sebab menurutnya kekuasaan identik dengan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kehidupan. Dengan kekuasaan seseorang dapat berbuat banyak. Orang sakit menyangka, bahagia terletak pada kesehatan. Orang miskin menyangka, bahagia terletak pada harta kekayaan. Rakyat jelata menyangka kebahagiaan terletak pada kekuasaan. Dan sangkaan-sangkaan lain.

Lantas apakah yang disebut"bahagia' (sa'adah/happiness) ? Selama ribuan tahun, para pemikir telah sibuk membincangkan tentang kebahagiaan. Sebagian pemikir ada yang berpendapat bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang ada di luar manusia, dan bersifat kondisional. Kebahagiaan bersifat sangat temporal. Jika dia sedang berjaya, maka di situ ada kebahagiaan. Jika sedang jatuh, maka hilanglah kebahagiaan. Maka. menurut pandangan ini tidak ada kebahagiaan yang abadi dalam jiwa manusia. Kebahagiaan itu sifatnya sesaat, tergantung kondisi eksternal manusia. Inilah gambaran kondisi kejiwaan masyarakat Barat sebagai: "Mereka senantiasa dalam keadaan mencari dan mengejar kebahagiaan, tanpa merasa puas dan menetap dalam suatu keadaan.”


Islam menyatakan bahwa "Kesejahteraan' dan "kebahagiaan" itu bukan merujuk kepada sifat badani dan jasmani insan, bukan kepada diri hayawani sifat basyari; dan bukan pula dia suatu keadaan hayali insan yang hanva dapat dinikmati dalam alam fikiran belaka.

Kesejahteraan dan kebahagiaan itu merujuk kepada keyakinan diri akan hakikat terakhir yang mutlak yang dicari-cari itu — yakni: keyakinan akan Hak Ta'ala — dan penuaian amalan yang dikerjakan oleh diri berdasarkan keyakinan itu dan menuruti titah batinnya.'

Jadi, kebahagiaan adalah kondisi hati yang dipenuhi dengan keyakinan (iman) dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu. Bilal bin Rabah merasa bahagia dapat mempertahankan keimanannya meskipun dalam kondisi disiksa. Imam Abu Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan ke penjara dan dicambuk setiap hari, karena menolak diangkat menjadi hakim negara. Para sahabat nabi, rela meninggalkan kampung halamannya demi mempertahankan iman. Mereka bahagia. Hidup dengan keyakinan dan menjalankan keyakinan.

Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan  hidup duniawi dan perhiasannva. Sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Apakah kamu tidak memahaminya?

Menurut al-Ghazali, puncak kebahagiaan pada manusia adalah jika dia berhasil mencapai ma'rifatullah" , telah mengenal Allah SWT. Selanjutnya, al-Ghazali menyatakan: "Ketahuilah bahagia tiap-tiap sesuatu bila kita rasakan nikmat, kesenangan dan kelezatannya maka rasa itu ialah menurut perasaan masing-masing. Maka kelezatan (mata) ialah melihat rupa yang indah, kenikmatan telinga mendengar suara yang merdu, demikian pula segala anggota yang lain dan tubuh manusia.

Ada pun kelezatan hati ialah ma'rifat kepada Allah, karena hati dijadikan tidak lain untuk mengingat Tuhan. Seorang rakyat jelata akan sangat gembira kalau dia dapat berkenalan dengan seorang pajabat tinggi atau menteri; kegembiraan itu naik berlipat-ganda kalau dia dapat berkenalan yang lebih tinggi lagi misalnya raja atau presiden.

Maka tentu saja berkenalan dengan Allah, adalah puncak dari segala macam kegembiraan.  Lebih dari apa yang dapat dibayangkan oleh manusia, sebab tidak ada yang lebih tinggi dari kemuliaan Allah. Dan oleh sebab itu tidak ada ma'rifat yang lebih lezat dari pada ma'rifatullah.

Ma'rifatullah adalah buah dari ilmu. Ilmu yang mampu mengantarkan manusia kepada keyakinan bahwa tiada Tuhan selain Allah" (Laa ilaaha illallah). Untuk itulah, untuk dapat meraih kebahagiaan yang abadi, manusia wajib mengenal Allah. Caranya ? dengan mengenal ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyah maupun ayat qauliyah. Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang memerintahkan manusia memperhatikan dan memikirkan tentang fenomena alam semesta, termasuk memikirkan dirinya sendiri. Disamping ayat-ayat kauniyah. Allah SWT juga menurunkan ayat-ayat qauliyah, berupa wahyu verbal kepada utusan-Nya yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Karena itu, dalam QS Ali Imran (3) 18-19, disebutkan:

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama yang (di ridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (Ali ‘Imran (3): 18-19).

Kedua ayat tersebut menyimpulkan bahwa orang-orang yang berilmu adalah orang-orang yang bersaksi bahwa "Tiada Tuhan selain Allah", dan bersaksi bahwa "Sesungguhnya ad-Din dalam pandangan Allah SWT adalah Islam." Inilah yang disebut ilmu yang mengantarkan kepada peradaban dan kebahagiaan.

Setiap lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Islam, harus mampu mengantarkan sivitas akademika-nya menuju kepada tangga kebahagiaan yang hakiki dan abadi. Kebahagiaan yang sejati adalah yang terkait antara dunia dan akhirat. Kriteria inilah yang harusnya dijadikan indikator utama, apakah suatu program pendidikan berhasil atau tidak. Keberhasilan pendidikan dalam Islam bukan diukur dari berapa mahalnya uang bayaran sekolah; berapa banyak yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri dan sebagainya. Tetapi apakah pendidikan itu mampu melahirkan manusia-manusia yang beradab yang mengenal Tuhannya dan beribadah kepada Penciptanya. Manusia-manusia yang berilmu seperti inilah yang hidupnya hahagia dalam keimanan dan keyakinan: yang hidupnya tidak terombang-ambing oleh keadaan. Dalam kondisi apa pun hidupnya bahagia, karena dia mengenal Allah, ridha dengan keputusanNya dan berusaha menyelaraskan hidupnya dengan segala macam peraturan Allah yang diturunkan melalui utusan-Nya.

Seorang tua yang kaya raya sedang berbaring di tempat tidur menunggu maut datang menjemput. Di saat-saat terakhir, ia mengumpulkan keempat istrinya. Ia ingin mengajak mereka untuk menemaninya sampai ke alam baqa.

Dipanggillah istrinya satu persatu. Dimulai dari istri keempatnya, yang paling muda sekaligus paling cantik. Istri ini berkata, ''Maafkan aku. Tentu saja aku sangat sedih memikirkan kepergianmu, tapi aku masih memiliki banyak hal yang harus aku kerjakan. Aku tak dapat menemanimu.'' Kecewa dengan jawaban itu, si lelaki memanggil istri ketiganya, namun istrinya ini mengatakan, ''Aku hanya dapat menemanimu sampai engkau menghembuskan nafasmu yang terakhir.'' Istri keduanyapun dipanggil. ''Aku akan menemanimu, tetapi hanya sampai di pemakaman saja,'' ujarnya. Hampir putus asa, akhirnya ia memanggil istri pertamanya. Dengan mantap si istri berkata, ''Aku akan menyertaimu kemanapun engkau pergi.''

Cerita inspiratif ini sebenarnya adalah gambaran kehidupan kita sendiri. Istri keempat adalah analogi dari harta yang kita kumpulkan selama kita hidup. Istri ketiga adalah tubuh kasar kita yang amat kita perhatikan dan selalu kita rawat. Istri kedua adalah analogi dari keluarga kita. Istri pertama yang paling setia adalah gambaran tubuh halus kita, jiwa dan spiritualitas kita. Inilah yang akan menyertai kita kemanapun kita pergi.

Ironisnya, selama hidup, kita telah menghabiskan waktu dan energi yang tidak sedikit untuk urusan harta, badan, dan keluarga kita. Padahal cepat atau lambat mereka akan meninggalkan kita. ''Harta'' satu-satunya yang paling setia yaitu jiwa kita justru sering kita abaikan.

Kesalahan terbesar yang sering kita lakukan adalah menyangka bahwa kita adalah makhluk fisik. Banyak orang beranggapan bahwa ''Aku adalah tubuhku.'' Karena itu, seluruh hidupnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Mereka mengumpulkan harta dan memenuhi nafsu badannya seakan-akan mereka akan hidup untuk selama-lamanya.

Perlombaan mengumpulkan harta ini melahirkan keserakahan dan korupsi. Manusia-manusia semacam ini banyak sekali jumlahnya di negeri kita. Celakanya lagi merekalah yang memegang kekuasaan hampir di segala lapisan. Orang-orang ini tak pernah melewatkan kesempatan sekecil apapun. Kekuasaan bagi mereka adalah mesin uang yang amat efektif.

Padahal manusia sama sekali bukan makhluk fisik. Manusia adalah makhluk spiritual. Kita bukanlah tubuh kita, kita adalah jiwa kita. Sejak pertama kali diciptakan, kita adalah makhluk spiritual, dan sampai kapanpun kita tetap makhluk spiritual.

Hanya ketika berada di dunialah jiwa kita membutuhkan badan sebagai rumah kita. Tapi, badan ini lama kelamaan akan rusak, hancur  dan lebur. Pada akhirnya badan tak dapat lagi kita gunakan. Kita menyebutnya meninggal dunia. Namun, ini tidak sama dengan kematian. Kita hanya meninggalkan dunia tetapi kita masih tetap hidup.

Ada sebuah ungkapan menarik dari seorang filosof Perancis, “Kita bukanlah manusia yang mengalami pengalaman-pengalaman spiritual. Kita adalah makhluk spiritual yang mengalami pengalaman-pengalaman manusiawi. Manusia bukanlah makhluk bumi melainkan makhluk langit. Kita adalah makhluk spiritual yang kebetulan sedang menempati rumah kita di dunia. Tubuh yang kita miliki sebenarnya hanyalah rumah sementara bagi jiwa kita. Tubuh diperlukan karena merupakan salah satu sarat untuk bisa hidup di dunia. Tetapi tubuh ini lama kelamaan akan rusak dan akhirnya tak dapat digunakan lagi. Pada saat itulah jiwa kita akan meninggalkan rumah untuk mencari rumah yang lebih layak. Jangan lupa, ini bukan berarti mati. Karena jiwa kita tak pernah mati, yang mati adalah rumah kita atau tubuh kita sendiri. Coba resapi hal tersebut dalam-dalam, badan kita mati tapi jiwa kita tetap hidup.

Kalau kita menyadari akan kenyataan sederhana ini, kita tak akan menjadi manusia yang rakus dan serakah. Kita akan sadar bahwa hidup di dunia ini hanya sementara saja. Memang benar, kita tak dapat hidup tanpa memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik kita seperti sandang, pangan, dan papan. Tapi, kita tahu bahwa di balik wujud kasar kita ada jiwa yang merupakan milik kita selama-lamanya. Karena itu, kita tak ingin merusak jiwa ini untuk memenuhi kebutuhan fisik kita yang sangat sementara itu.

Orang yang korupsi dan serakah sebetulnya memiliki satu tujuan: kebahagiaan. Namun, karena mereka menganggap dirinya hanya makhluk fisik, maka kebahagiaan itu diterjemahkan menjadi: mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya. Padahal harta yang mereka kumpulkan tak akan pernah membuat mereka puas, tetapi hanya membuat mereka bertambah haus. Mereka tak sadar bahwa sumber kebahagiaan yang abadi terdapat di dalam jiwa mereka sendiri. Mereka tak pernah menyelami kekayaan terbesar yang mereka miliki itu.

Keserakahan terhadap dunia telah merusak dan menggerogoti jiwa mereka. Keserakahan ini juga telah menutupi seluruh hati mereka sehingga mereka seakan-akan tak pernah mendapatkan ''cahaya'' dari Tuhan. Mereka tak pernah sadar pada sumber kebahagiaan yang tersedia dalam jiwa mereka yang sebenarnya dapat mereka akses setiap saat.

Karena itu kita paham, betapa berbahayanya paham relativisme kebenaran yang ditaburkan oleh kaum liberal. Sebab, paham ini menggerus keyakinan seseorang akan kebenaran. Keyakinan dan iman adalah harta yang sangat mahal dalam hidup. Dengan keyakinan itulah, kata Igbal, seorang Ibrahim a.s. rela menceburkan dirinya ke dalam api.

Penyair besar Pakistan ini lalu bertutur hilangnya keyakinan dalam diri seseorang, lebih buruk dari suatu perbudakan. Sebagai orang Muslim, kita tentu mendambakan hidup bahagia semacam itu; hidup dalam keyakinan: mulai dengan mengenal Allah dan ridha, menerima keputusan-keputusan -Nya, serta ikhlas menjalankan aturan-aturan- Nya. Kita  mendambakan diri kita merasa bahagia dalam menjalankan shalat, kita bahagia menunaikan zakat, kita bahagia bersedekah, kita bahagia menolong orang lain, dan kita pun bahagia menjalankan tugas amar ma'ruf nahi munkar.

Dalam kondisi apa pun, maka "senangkanlah hatimu!" Jangan pernah bersedih. "Kalau engkau kaya, senangkanlah hatimu! Karena di hadapanmu terbentang kesempatan untuk mengerjakan yang sulit-sulit melalui hartamu. "Dan jika engkau fakir miskin, senangkan pulalah hatimu! Karena engkau telah terlepas dari suatu penyakit jiwa, penyakit kesombongan yang sering menimpa orang-orang kaya. Senangkanlah hatimu karena tak ada orang yang akan hasad dan dengki kepadamu lagi, lantaran kemiskinanmu. .." "Kalau engkau dilupakan orang, kurang masyhur, senangkan pulalah hatimu! Karena lidah tidak banyak yang mencelamu, mulut tak banyak mencacimu... "Mudah-mudahan. Allah mengaruniai kita ilmu yang mengantarkan kita pada sebuah keyakinan dan kebahagiaan abadi, dunia dan akhirat. Amin.

comment 0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar dan komentarnya jangan bernada spam ya.

 
© 2010 SUFI UNDERGROUND powered by Blogger
Template by Fresh Blogger Templates | Blogger Tutorial | Re-Designed by: X-Lab Project