
By: Muhidin M Dahlan
Diantara kita, tahukah apa prinsip kenabian ? Tahukan diantara kita bagaimana prinsip itu menuai kecemerlangan ? Tahukah diantara kita semangat yang menggerakkan
prinsip itu ? Tahukah diantara kita bagaimana para nabi, para pencari cahaya spiritual setia dalam jalan itu ? Dan apa prinsip yang dimaksudkan ?
Gerak, sudaraku. Gerak adalah prinsip yang dimaksudkan itu. Gerak prinsip itu, yang pelaku nya dari dalam merintis terjadinya dentuman besar dalam masyarakat.
Seorang nabi adalah seorang yang bergerak. Jika nabi adalah juga kaum fakir, adalah juga penegak jalan spiritual, adalah juga pemegang kunci kebenaran, maka pastilah mereka pengelana. Dan pengelana adalah orang yang bergerak dan sekaligus menggerakkan. Kita menyebutnya sebagai penggerak. Nabi adalah juga seorang penggerak. Penggerak agar manusia mengenal Tuhan, lalu jatuh cinta kepada-Nya, lalu mereka mau berkencan sepenuh-penuhnya dalam telaga biru cinta-Nya yang teduh. Dan semua yang hidup pada mula sekali dimulai dari gerak. Ciri-ciri kehidupan ditunjukkan dengan gerak yang lawannya adalah mati.
Gerak menunjuk pada olah, langkah, loncatan-loncatan, gesekan-gesekan, dan dentuman-dentuman. Tidakkah kita tahu bahwa dalam gerak itu ada kebenaran ? Tapi mengapa kita tak mau mengerti ? Mengapa kita masih kukuh mengatakan bahwa kebenaran terletak pada kediaman: bahwa dengan berdiam di suatu tempat kita akan mendapatkan ketentraman, kebahagiaan, kesejahteraan, ilmu pengetahuan, dan kebenaran ?
Adakah kebenaran, kesucian, dan kemurnian dalam zat yang diam ? Bukankah air tergenang tak boleh dipercayai sebagai air yang suci, air yang murni. Air tergenang
adalah tempat lahir dan berkecambahnya pelbagai penyakit. Maka jangan coba-coba mengambil air wudhu dari air yang tergenang. Bukankah air wudhu itu harus suci dan mensucikan ? Untuk air yang suci dan mensucikan, Tuhan mengirimkan hujan deras air telaga birunya, lalu terjadilah banjir. Air dalam luapan besar yang mengalir mengganti air-air sumur yang tua dan usang. Bagaimana jika di dunia ini tak ada banjir ? Bukankah akan terjadi penumpukan kotoran dan kebusukan ?
Kalau kediaman adalah tempat lahirnya penyakit dan berkeratnya kotoran, sementara dalam gerak ada dentuman, ada perubahan, ada kemurnian, ada kesucian; maka mengapa ada saja di antara kita yang tak mau bangkit dari selimut tidur untuk menegakkan perintah, tak mau bergerak, tak mau beranjak-anjak, tak mau mengambil langkah-langkah kelana ? Mengapa ? Mengapa ? Mengapa ? Mengapa kalian tidak mengikuti prinsip para nabi, prinsip para peneguh jalan spiritual, para pemegang kunci kebenaran ? Tidakkah kalian ingat bahwa Adam menjadi nabi ketika ia menerima dengan ikhlas pengusiran Tuhan dari taman firdaus ?
Tidakkah kalian mencatat bahwa Ibrahim menjadi nabi tepat di kala ia mengayunkan kapaknya terhadap berhala Namruz dan melakukan pengembaraan siang-malam melampaui ganasnya shaara untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan filsafatnya tentang pencipta mayapada ? Tidakkah kalian tahu Yunus menjadi nabi ketika ia lari dari perintah Tuhan dan melaut dalam badai dan berkendara dalam perut ikan mengelanai lautan luas sebelum didamparkan ?
Bukankah kalian ingat bahwa Musa harus berpindah, berlari, melintasi gurun, hutan, bahkan membelah lautan untuk menjadi seorang nabi dengan iringan ribuan budak Fir’aun yang terzalimi ? Bukankah kita juga mencatat bahwa untuk menjadi manusia pilihan Tuhan, Yusuf harus keluar dari silsilah keluarganya ? Bukan peristiwa kebetulan belaka bila Yusuf oleh kecemburuan saudara-saudaranya lalu dicemplungkan ke sumur tua. Dan oleh seorang pedagang yang haus, Yusuf diselamatkan dan dijual dipasar. Lalu oleh seorang kaya raya yang membelinya, Yusuf diserahkan ke istana dan dijadikan budak yang mampu memikat hati Sang Ratu.
Bukankarena keahlian Yusuf sebagai penafsir mimpi yabng rupawan yang mengantarnya menjadi raja dan membuat gila Sang Ratu, melainkan karena ia telah melakukan gerak. Mula-mula keluar dari silsilah keluarganya. Apakah kita yakin ia akan menjadi nabi tatkala masih bersekutu dalam silsilah keluarganya ? Geraklah yang mula-mula mengarahkan sosoknya menjadi nabi.
Gerak mensyaratkan olah tubuh dan olah pikiran dan olah batin. Dalam gerak itu, peristiwa satu demi satu saling membentur, saling bergesekan, saling bercampur. Bukankah puncak kenikmatan dari hubungan lelaki dan perempuan lahir dari keintiman suatu percampuran ? Dan percampuran adalah hasil olah gerak yang tak pernah berhenti.
Dan bukankah menjelang salin, si bayi menendang-nendangkan kakinya di dinding rahim yang membuat sang ibu menggeliat kesakitan tiada tara ? Tapi mengapa kita tak juga tahu bahwa Isa dan Muhammad adalah puncak dari sebuah gerak yang melahirkan dua agama besar: Nasrani dan Islam ? Dan bukankah untuk memertahankan panji-panjinya maka dua umat dari agama ini saling bergesekan satu sama lain, saling memengaruhi, saling mendesak, saling bertenggang rasa, saling amok. Dan semua peristiwa terjadi dan hadir dan mengada agar kebenaran dan kejahatan bisa terbedakan. Agar manusia bisa merenung dan berpikir tentang tumbal yang diminta dari semua peristiwa. Agar manusia bisa juga tahu bagaimana sebisa mungkin mengurangi tumbal dengan cinta dan tenggang rasa.
Semuanya dimulai dengan gerak. Dengan gerak ! Apakah gerak terlalu berat sehingga kita lebih merasakannya sebagai beban yang mustahil dilakukan ?
Ketika gerak mengandaikan ketiadaan kepemilikan, terputusnya silsilah, dan ketidakpastian masa depan, maka gerak adalah sesuatu yang memberatkan. Dan mustahil
untuk mereka yang tak berjiwa nabi. Hanya yang berjiwa nabi yang bias bergerak. Dan bukan mereka yang dalam dirinya memelihara pengkhianatan, kebodohan, syak wasangka, dan segala sifat yang tak terpuji. Tapi siapakah kalian ? Dan siapa pula yang mengatai bahwa kalian itu kalian ? Dan mengapa harus kalian ? Dan siapa aku yang sedang mengkhotbahkan keniscayaan ini ?
Posting Komentar
Silahkan beri komentar dan komentarnya jangan bernada spam ya.