Oleh: Ramli Izhaque
Malam cerah menaungi Masjid Jami' Baitur Rohim, Beji Timur, Depok. Walau belum seberapa senyap, wahyu jatmika nya seakan tak ingin telat menyambut jama'ah Kliwonan yang datang dari berbagai daerah Jabodetabek.
Meski di sebut "Kliwonan", aktifitas dzikir bersama yang rutin berlangsung sebulan sekali ini jauh dari kesan wingit dan mistis. Sedikitpun tak tercium aroma stanggi maupun kemenyan.
Dilihat dari performance jama'ah yang hadir (Kamis, 6/1), terbaca jelas perbedaan profesi mereka. Tukang loper koran, satpam, profesional, executive muda, dokter, pensiunan TNI, businesman, dan banker ada dalam jama'ah ini.
Memperhatikan kendaraan yang berjejer di lahan parkir dapat mempertegas keragaman status sosial jama'ah yang datang malam itu. Dari Avanza, Xenia dan APV hingga Toyota Kijang tahun 80-an berjejer di halaman parkir seberang jalan masjid. Begitu juga dengan sepeda motor. Semua jenis motor dari yang bergigi maupun yang matic, dari yang dua tak sampai yang empat tak, dari yang keluaran Jepang hingga produk Cina, teronggol memenuhi lahan parkir yang memang disediakan pengurus masjid untuk sepeda motor.
Latar belakang "ideologi" dan pengalaman masa lalu jama'ah pun sangat variatif. Ex penganut faham komunisme, kejawen atau jebolan pesantren mudah ditemukan pada jama'ah Kliwonan ini.
"Laki-perempuan, keluaran pesantren, mantan Tapol Orde Baru, gigolo, ustadz, Bapak-Ibu Haji dan tante girang semua ada disini," kata salah seorang jama'ah senior yang minta ditutupi identitasnya.
Mungkin akan dianggap aneh bagi sebagian kalangan yang melihat betapa mereka yang berbeda status sosial, profesi dan pengalaman masa lalu bisa berbaur menjadi satu. Yang mantan tapol tak canggung menyapa dan menyalami yang pensiunan TNI. Begitu juga yang ustadz dan keluaran pesantren, tak risih berbincang-bincang dengan rekan sesama jama'ah yang mantan gigolo atau tante girang.
Banyak hal yang di bicarakan jama'ah yang dengan sendirinya membentuk kelompok-kelompok kecil di emperan masjid sebelum dzikir bersama dimulai. Dari kabar kesehatan teman satu halaqoh yang berhalangan hadir, indeks harga saham, kasus gayus, resep kuliner, hingga pengalaman ruhani menjadi tema pembicaraan group-group kecil itu.
Dilihat dari performance jama'ah yang hadir (Kamis, 6/1), terbaca jelas perbedaan profesi mereka. Tukang loper koran, satpam, profesional, executive muda, dokter, pensiunan TNI, businesman, dan banker ada dalam jama'ah ini.
Memperhatikan kendaraan yang berjejer di lahan parkir dapat mempertegas keragaman status sosial jama'ah yang datang malam itu. Dari Avanza, Xenia dan APV hingga Toyota Kijang tahun 80-an berjejer di halaman parkir seberang jalan masjid. Begitu juga dengan sepeda motor. Semua jenis motor dari yang bergigi maupun yang matic, dari yang dua tak sampai yang empat tak, dari yang keluaran Jepang hingga produk Cina, teronggol memenuhi lahan parkir yang memang disediakan pengurus masjid untuk sepeda motor.
Latar belakang "ideologi" dan pengalaman masa lalu jama'ah pun sangat variatif. Ex penganut faham komunisme, kejawen atau jebolan pesantren mudah ditemukan pada jama'ah Kliwonan ini.
"Laki-perempuan, keluaran pesantren, mantan Tapol Orde Baru, gigolo, ustadz, Bapak-Ibu Haji dan tante girang semua ada disini," kata salah seorang jama'ah senior yang minta ditutupi identitasnya.
Mungkin akan dianggap aneh bagi sebagian kalangan yang melihat betapa mereka yang berbeda status sosial, profesi dan pengalaman masa lalu bisa berbaur menjadi satu. Yang mantan tapol tak canggung menyapa dan menyalami yang pensiunan TNI. Begitu juga yang ustadz dan keluaran pesantren, tak risih berbincang-bincang dengan rekan sesama jama'ah yang mantan gigolo atau tante girang.
Banyak hal yang di bicarakan jama'ah yang dengan sendirinya membentuk kelompok-kelompok kecil di emperan masjid sebelum dzikir bersama dimulai. Dari kabar kesehatan teman satu halaqoh yang berhalangan hadir, indeks harga saham, kasus gayus, resep kuliner, hingga pengalaman ruhani menjadi tema pembicaraan group-group kecil itu.
Di kejauhan, suara obrolan mereka lamat terdengar bak gemuruh sekumpulan kumbang yang mengelilingi setangkai bunga. Sesekali terdegar kelakar gelak tawa. Namun hanya sesaat, suasana dan suara pun kembali seperti sebelumnya.
Pada sudut yang lain jelas terlihat, tak sedikit jama'ah yang khusyuk beri'tikaf atau shalat isya' di dalam masjid.
Hati Dalam Dzikir
Suara obrolan jama'ah yang membentuk birama sol-mi-sa-si kerumunan kumbang sontak terhenti seketika oleh kehadiran seorang yang telah mereka anggap sebagai guru, DR KH Luqman Hakiem bin H. Abdul Kholiq.
Hati Dalam Dzikir
Suara obrolan jama'ah yang membentuk birama sol-mi-sa-si kerumunan kumbang sontak terhenti seketika oleh kehadiran seorang yang telah mereka anggap sebagai guru, DR KH Luqman Hakiem bin H. Abdul Kholiq.
Sebenarnya tidak cuma "guru", beliau juga "orang kepercayaan" (kalangan thoriqoh menyebutnya sebagai Naaib atau Wakil Mursyid ) dari Al-Maghfurlah Romo KH Abdul Djalil Mustaqiem, Mursyid Thoriqoh Syadziliyyah Pondok Pesulukan Tarekat Agung, Tulung Agung - Jawa Timur.
Sosok dan penampilan Kiyai Luqman malam itu sama seperti dalam kesehariannya, mencerminkan ciri khas seorang pengikut tarekat Syadziliyyah yang rapi dalam berpakaian dan "tenang" dalam bersikap.
Sosok dan penampilan Kiyai Luqman malam itu sama seperti dalam kesehariannya, mencerminkan ciri khas seorang pengikut tarekat Syadziliyyah yang rapi dalam berpakaian dan "tenang" dalam bersikap.
Tidak berlebihan bila melihat penampilan Kiyai kelahiran Madiun ini mengingatkan kita pada tulisan-tulisan para tokoh Thoriqoh Syadziliyyah seperti Kitab Ar-Ri'aayah yang ditulis al-Muhasibi, Kitab Quth al-Qulub yang di tulis al-Makki, Kitab Ihya Ulumiddin yang di tulis al-Ghazali, Kitab Ar-Risalah yang ditulis Abul Qosim Al-Qusyairi, Kitab Khatamul Auliya' yang di tulis Hakim at-Tirmidzi atau Kitab Al-Hikam yang di tulis Imam Ibnu 'Ataha'illah. Kitab para tokoh Thoriqoh Syadziliyyah itu memberi tempat tersendiri terhadap perbawa "tenang".
Subhaanalaah, jama'ah yang semula membentuk lingkaran-lingkaran kecil berubah menjadi seperti bala tentara menyambut komandan yang memeriksa barikade pasukannya. Namun, jama'ah-jama'ah itu tak dapat menutupi suasana hati mereka ketika dihadapan guru bersahaja itu. Meski tubuh mereka tegap, hati mereka penuh tawadlu' menyambut kehadiran guru yang sebentar lagi akan memimpin dzikir.
Subhaanalaah, jama'ah yang semula membentuk lingkaran-lingkaran kecil berubah menjadi seperti bala tentara menyambut komandan yang memeriksa barikade pasukannya. Namun, jama'ah-jama'ah itu tak dapat menutupi suasana hati mereka ketika dihadapan guru bersahaja itu. Meski tubuh mereka tegap, hati mereka penuh tawadlu' menyambut kehadiran guru yang sebentar lagi akan memimpin dzikir.
Satu-satu jama'ah pria meraih tangan sang guru. Mereka seperti sangat memahami sabda Nabi yang menyebutkan "Wa Man Shoofaha 'Aaliman Faka-annamaa Shoohafaniy", "Sesiapa yang bersalaman kepada orang alim, ia ternilai soalah-olah telah bersalaman kepadaku (Nabi Muhammad Saw)."
Wajar jika hanya untuk sampai ke pengimaman yang jaraknya tak lebih dari 5 meter beliau membutuhkan waktu puluhan menit karena harus meladeni dengan sabar satu-satu jabat tangan jama'ahnya. Jama'ah yang sudah bersalaman mengikuti beliau berjalan memasuki masjid. Dan seperti jama'ah diluar masjid, jama'ah yang di dalam masjid pun seolah tak ingin ketinggalan untuk "Wa Man Shoofaha 'Aaliman Faka-annamaa Shoohafaniy", Qui est en secouant les pieux, il semble avoir été inestimable pour moi une poignée de main (le Prophète Muhammad Saw).
Sesampainya di pengimaman salah seorang panitia memberi loudspeaker kepada Kiyai yang akrab disapa Syeikh Luqman oleh murid-muridnya itu. Ditengah susana masjid yang teduh dan hening, setelah basmalah, salam, hamdalah dan sholawat, beliau menyapa jama'ah dengan sebutan "sahabat".
Wajar jika hanya untuk sampai ke pengimaman yang jaraknya tak lebih dari 5 meter beliau membutuhkan waktu puluhan menit karena harus meladeni dengan sabar satu-satu jabat tangan jama'ahnya. Jama'ah yang sudah bersalaman mengikuti beliau berjalan memasuki masjid. Dan seperti jama'ah diluar masjid, jama'ah yang di dalam masjid pun seolah tak ingin ketinggalan untuk "Wa Man Shoofaha 'Aaliman Faka-annamaa Shoohafaniy", Qui est en secouant les pieux, il semble avoir été inestimable pour moi une poignée de main (le Prophète Muhammad Saw).
Sesampainya di pengimaman salah seorang panitia memberi loudspeaker kepada Kiyai yang akrab disapa Syeikh Luqman oleh murid-muridnya itu. Ditengah susana masjid yang teduh dan hening, setelah basmalah, salam, hamdalah dan sholawat, beliau menyapa jama'ah dengan sebutan "sahabat".
"Sahabat-sahabat....," begitu kata beliau, mengawali pesan dan menyapa ratusan jama'ah yang ada dihadapannya. "Syeikh Abul Hasan Asy-Syadziliy membagi empat jenis orang yang berdzikir," lanjut Kiyai Luqman.
"Pertama, ada orang yang berdzikir (mengingat) Allah, namun pada saat yang sama hatinya mengklaim bahwa aktifitas dzikirnya itu sebagai upayanya sendiri. Kedua, dzikir (mengingat) Allah, yang membawa hati pelakunya berada pada satu kesadaran bahwa dzikirnya itu merupakan anugerah Allah kepadanya. Lalu dia pun bersyukur karena telah dijadikan channel Allah oleh-Nya. Ketiga, ada orang yang berdzikir (mengingat) Allah, tapi pada saat itu juga hatinya berkeyakinan bahwa aktifitas dzikirnya itu adalah kebajikan Allah yang dilimpahkan untuknya. Hatinya sangat menyadari bahwa dirinya tengah di anugerahi taqdir baik oleh-Nya. Keempat, ada orang yang berdzikir (mengingat) Allah, namun hatinya sangat meyakini bahwa pada saat yang sama Allah-pun (tengah) mengingatnya," jelas Kiyai Luqman mengurai warisan mutiara Syeikh Imam Abul Hasan Asy-Syadziliy.
Oleh karena dzikir dalam dunia tasauf menjadi sarana bagi setiap penempuh jalan spiritual dalam memperbagus dan memperkuat posisi kehambaan, Kiyai Luqman meminta "sahabat-sahabat" nya untuk tidak menyimpan galau dan gelisah dalam hati, terutama pada saat dzikir bersama yang akan segera di pimpinnya.
"Pertama, ada orang yang berdzikir (mengingat) Allah, namun pada saat yang sama hatinya mengklaim bahwa aktifitas dzikirnya itu sebagai upayanya sendiri. Kedua, dzikir (mengingat) Allah, yang membawa hati pelakunya berada pada satu kesadaran bahwa dzikirnya itu merupakan anugerah Allah kepadanya. Lalu dia pun bersyukur karena telah dijadikan channel Allah oleh-Nya. Ketiga, ada orang yang berdzikir (mengingat) Allah, tapi pada saat itu juga hatinya berkeyakinan bahwa aktifitas dzikirnya itu adalah kebajikan Allah yang dilimpahkan untuknya. Hatinya sangat menyadari bahwa dirinya tengah di anugerahi taqdir baik oleh-Nya. Keempat, ada orang yang berdzikir (mengingat) Allah, namun hatinya sangat meyakini bahwa pada saat yang sama Allah-pun (tengah) mengingatnya," jelas Kiyai Luqman mengurai warisan mutiara Syeikh Imam Abul Hasan Asy-Syadziliy.
Oleh karena dzikir dalam dunia tasauf menjadi sarana bagi setiap penempuh jalan spiritual dalam memperbagus dan memperkuat posisi kehambaan, Kiyai Luqman meminta "sahabat-sahabat" nya untuk tidak menyimpan galau dan gelisah dalam hati, terutama pada saat dzikir bersama yang akan segera di pimpinnya.
"Kita ini tak lebih dari "akibat". Termasuk ketika kita (dapat) berdzikir, sesungguhnya itu akibat dari izin dan kemurahan Allah kepada kita," ujar Kiyai Luqman. "Seandainya, ketika kita berdzikir kemudian muncul cahaya atau datang rasa asik atau indah menghampiri kita. Saat itu juga cepat-cepatlah kita kembali kepada Allah. Tujuan kita berdzikir bukan untuk lebur dalam cahaya atau hanyut dalam suasana asik dan indah. Bukan. Kita berdzikir dari Allah, bersama Allah dan kepada Allah," tambahnya, menutup "pembekalan" Kliwonan Pertama tahun 2011 Masehi dan 1432 Hijriyyah.
Malam kian larut, suasana masjid sudah dalam keadaan temaram dan Kiyai Luqman sudah mengawali shalat sunnat hajat. Kalimat takbirnya pun sudah diikuti oleh jama'ah yang ada dibelakang.
Allaahu Akbar... Meski lirih terdengar, kalimat takbir itu menjadi dentuman spiritual bagi sebagian jama'ah yang membuat mereka bukan cuma kerdil namun nihil dalam ke-akbar-an Allaahu Akbar.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar dan komentarnya jangan bernada spam ya.