.:. Kata-Kata Mutiara Hari Ini: "Pergilah keluh, ku tak mau berteman dengamu... Silahkan kesah, kau bukan takdirku... Mujahadah adalah temanku, dakwah adalah nafasku dan Allah adalah kasihku... Maafkan segala kesalahan...Bila Allah mengampuni dosa-dosamu, kamu pasti bertobat...Bila Allah menerimamu, kamu pasti bertaqarrub dengan ikhlas kepada-Nya...Bila Allah mengingatmu, kamu pasti berdzikir kepada-Nya...Bila Allah menunjukkan kemuliaan-Nya padamu, kamu pasti merasa hina-dina dihadapan-Nya...Bila Allah hendak mencukupimu, pasti kamu merasa faqir kepada-Nya...Bila Allah menunjukkan kekuatan-Nya padamu, pasti engkau lemah tidak berdaya...Bila Allah menunjukkan kekuasaan-Nya, pasti engkau tak memiliki kemampuan apa-apa...Bila Allah mencintaimu, kamu pasti mencintai-Nya...Bila Allah meridhoimu, engkau pasti ridho terhadap apapun ketentuan-Nya...Bila Allah mengangkat derajatmu, engkau selalu memasuki pintu-pintu taatmu...Bila Allah menghinamu, kamu pasti bermaksiat dan menuruti hawa nafsumu...Taat itu lebih utama dibanding pahalanya...Doa itu lebih utama dibanding ijabahnya...Istiqomah itu lebih utama dibanding karomahnya...Berjuang itu lebih utama dibanding suksesnya...Sholat dua rekaat itu lebih utama ketimbang syurga seisinya...Bertobat itu lebih utama ketimbang ampunan...Berikhtiar itu lebih utama ketimbang hasilnya...Bersabar itu lebih utama ketimbang hilangnya cobaan...Dzikrullah itu lebih utama dibanding ketentraman hati...Wirid itu lebih utama ketimbang waridnya...Jangan menunggu bahagia baru tersenyum, tapi tersenyumlah, maka kamu kian bahagia " .:. ~~

Get Updates Via Email

Dapatkan update terbaru

dari Blog SufiUnderground langsung ke
Email anda!

JENUH !

Entah, berapa ratus juta ummat manusia saat ini yang mengalami kepenatan hidup, kebosanan dan kejenuhan di tengah rutinitas sehari-hari. Mereka bosan dan jenuh karena mereka tidak lagi dapat mendapat kesan dari kehidupan yang mereka jalani. Kehidupan yang mereka lampaui mereka rasakan hanya sebagai perjalanan untuk kesekian kalinya saja. Jadi, rutinitas kerap memang membuat selera manusia merosot. Yang ada adalah sebuah ritual yang sudah kehilangan kesan yang mendalam. Biasa-biasa saja. Karena itu manusia menjadi bosan menjalani roda kehidupannya.

Ketika seseorang tidak mampu menangkap sesuatu yang menarik dalam rutinitas, maka setiap ritual pasti membosankan. Lalu lenguhan-lenguhan mereka, terdengar parau, menyembul antara batas kekecewaan, ketakutan, harapan, dan hasrat-hasrat tersembunyi yang tak tergapai.

Sebegitu membosankankah dunia ini? Apakah watak dunia memang sedemikian rupa, sedemikian rumit dan sedemikian bermasalah? Atau yang terjadi sebaliknya, masyarakat mulai tumpul hatinya, mulai mencari sisi-sisi lain di luar zaman dan ruang wilayah yang selama ini digeluti?


Coba kita tengok sejenak, ketika seorang pembantu rumah tangga kita begitu setia. Ia bangun pagi, shalat subuh sebelum kita shalat subuh, membersihkan rumah, lantai, dapur dan menyiapkan sarapan pagi kita. Sebegitu setia mereka berbuat begitu tulus mereka berkerja. Tiba-tiba mulai muncul kejenuhan sebagai pembantu, karena mereka sedang berangan-angan, entah kapan menjadi juragan seperi tuannya. Padahal Allah memberi nilai bagus kepada pembantu itu, pada kesetian dan ketulusannya.

Seorang guru disekolah, setiap hari mengajar seorang murid disekolah, tiba-tiba berangan-angan, kenapa Bertahun-tahun menjadi guru nasibnya juga tidak berubah? Apakah ia tidak ingat ketika berjuang agar diterima menjadi guru ketika awal perjalanan karirnya dimulai? Padahal Allah sedang menilai keikhlasannya menularkan ilmu pengetahuan kepada ummat manusia.

Seorang profesional sedang giat-giatnya bekerja keras, lalu karirnya mencapai puncak yang diimpikan. Begitu sampai pada tahap puncak, ia mempertanyakan diri sendiri, apa yang sebenarnya saya cari selama ini? Kenapa kebahagiaan sejati tak kunjung tiba, dan kepuasan memburu materi dan karir juga tak henti-henti menggodanya? Ia kesepian, lalu diam-diam ia terlempar dalam kejenuhan sehari-harinya. Jika sudah demikian. Lalu dimana penilaian Allah terhadap perjalanan hidupnya selama ini? Pada kerja kerasnya? Ambisinya? Atau suksesnya selama ini?

Seorang ibu rumah tangga mulai jenuh sebagai ibu bagi anak-anaknya dan isteri bagi suaminya. Ironis sekali ! Kerumitan dan problema, nafas dan keringat bertahun-tahun yang keluar dari dalam tubuhnya, diingatnya sebagai “nasib” yang belum menguntungkan. Lalu muncul alasan-alasan, “Kalau bukan karena anak-anak…Kalau bukan karena ini dan itu…Kalau bukan karena takut dosa…Kenapa bertahun-tahun begini dan begitu saja….?dll…” Kejenuhan yang muncul ketika mereka mulai kehilangan rasa syukur kepada Allah. Nikmat-nikmat Allah tertutup oleh sekedar kecewaan atas sandungan masalah, problem besar dan kecil saat itu, lalu dinilai telah menghapus seluruh nikmat Ilahi.

Lalu seorang janda dan seorang duda, seorang lajang mengejar impian kehangatan berumah tangga. Begitu berumah tangga, ingatan masa lalu muncul, lalu kejengkelan, trauma, sampai dititik jenuh ia mengeluh, “Alangkah nikmatnya dulu, ketika aku masih sendiri….begitu bebas terbang kesana kemari….” Hayalnya.

Seorang politisi, tiba-tiba frustasi. Ia diganjal teman sendiri, lalu menghela nafas dalam-dalam, sambil mengungkit-ungkit prestasi perjuangan salama ini. Politisi lain yang menanjak mulai meraup kemakmuran uang rakyat, tapi dihati kecilnya ada panggilan nurani, bahwa apa yang dilakukannya selama ini adalah dosa. Ia jenuh pula menjadi politisi yang hidup tanpa makna, tanpa rasa juang yang benar-benar berurai keringat, darah dan air-mata…Benar-benar memikul amanah penderitaan rakyat. Kadang ia bermimpi menjadi rakyat biasa.. Tapi disaat menjadi rakyat biasa, ia tak siap juga..

Seorang aktivis gerakan Islam ikut-ikutan jenuh. Karena pandang ideologi ke Islamannya selama ini bukan malah membuat dirinya bercahaya dan damai, tetapi telah melemparkan kegersangan spiritual. Semula ia bangga menjadi aktivis, merasa menjadi pejuang, merasa menjadi hero Islam, kenyataan jiwanya kerontang bagai nyaringnya tong yang bertalu-talu. Kemanakah jiwa mereka selama ini? Kemanakah Allah yang selama ini mereka bela dan mereka sebut-sebut? Kesalahan besar macam apakah yang menimpa mereka?

Kini bertanyalah pada Kyai atau Ulama, sebagian mereka pun, amboi mulai muncul kebosanan dirinya. Bertahun-tahun mereka mengajar santri, masyarakat, ummat, toh bibir-bibir mereka jika ditimbang dengan kiloan berat, sudah menebal dan melebar berkilo-kilo, toh prilaku yang diajar belum juga berubah. Lalu iming-iming politisi mencoba jadi hiburannya. Para Ulama dan kyai ikut terlibat politik Pilkada, ikut ramai-ramai bikin partai, dan yang ditemukan malah sejumlah tumpukan sampah dalam jiwanya. Sangat-sangat memuakkan dan membosankan. Godaan, ujian, harapan duniawi, dan kerinduan dekat kepada Allah bercampur baur dalam remang-remang spiritualnya.

Anda juga mengalami kejenuhan? Apakah anda juga masuk dalam sebuah konser batin yang dipenuhi dengan keluhan demi keluhan ? Berapa kali dalam sehari anda menghela nafas dalam-dalam untuk mengeluarkan kejenuhan anda? Berapa kali anda berdecak untuk sekedar kontra terhadap takdir Allah kepada anda hari ini ? Betapa sedikit kalian bersyukur….” Begitu Allah menjawab semua keluhan dari berjuta-juta hamba-Nya.

Ilustrasi tersebut akan semakin berderet panjang, bergumul satu dengan lainnya, bersinggungan antara masa lalu, masa kini dan impian masa depan. Jhon Naisbit dan Douglas Philips melukiskan dengan cermat sebuah mgngambarkan fenomena yang mengharukan dari sebuah pola tingkah orang kekiknian mencari dan mengais-ngais hakikat jati diri.

Naisbit dan Philips menulis, “Edan Inilah dunia yang manusia-manusianya tengah disergap sebuah kehampaan batin. “Lihatlah…penduduk Amerika, sebuah prototipe masyarakat tekknologi yang tiada duanya, kini menyerbu toko-toko buku. Anda tahu apa yang mereka cari? Buku agama. Tak ayal, buku agama pun meningkat pesat (peningkatannya mencapai 150 persen dari 1991 hingga 1997 dibandingkan dengan yang hanya naik35%). Sebuah angka penjualan yang melampaui semua kategori lain. Bahkan “buku psikologi” secular dan panduan sederhana untuk mencapai kebahagiaan sehari-hari, seperti Don’t Sweat the Small Stuff, serial Chicken Soup (serial buku paling sukses dalam sejarah penerbitan, dengan cetakan melebihi angka 30 juta eksemplar), dan Simple Abundance menduduki urutan teratas daftar buku terlaris nasional seolah-olah buku yang bisa selesai di baca itu dapat mengisi kehampaan batin.

Kepenatan dan kejenuhan sebenarnya sekedar jedah psikologis dari masa lampau kemasa kini, lalu harapan didepan terasa hambar. Jika manusia mengenal masa depannya yang hakiki, kejenuhan itu akan berubah menjadi gairah yang luar biasa. Jika anda tidak mampu memandang secara hakiki tentang masa depan yang abadi, Allah Robbul Izzah, maka pandanglah janji-janjiNya di akhirat. Jika janji-janjiNya di akhirat belum meyakinkan dirimu, renungkanlah nikmat-nikmat dikubur kelak. Jika itu masih belum membuka hati anda, maka lihatlah sisa usia anda saat ini, optimislah karena anda masih ditakdirkan sebagai orang yang beriman kepada-Nya.

Seorang guru disekolah akan semakin penat jiwanya, manakala hanya memandang kepentingan profesinya, dalam batas waktu sampai pensiun. Mestinya ia mulai melihat betapa tanggung jawab membawa anak didik mereka kemasa depan, bukan hanya di dunia ini, tapi masa depan anak-anak itu sampai keakhirat, bahkan sampai dihadapan Allah Ta’ala.

Kaum profesional akan semakin terseret dalam mimpi buruknya manakala yang tercetak diotaknya hanya sukses, sukses, sukses dengan ambisinya yang maniak. Impian dan ambisi itu toh ditimbang sama dengan rasa kecewa, frustasi dan keggalan. Semestinya ia mulai mengembangkan senyum dari bibir hatinya bahwa bekerja sesuai dengan keahliannya itu merupakan amanah Ilahi, dan Allah menilainya dalam rasa yakin, rasa ikhlas, rasa syukur dibalik gairah kerjanya itu. Allah sama sekali tidak menilai sukses dan gagalnya pekerjaan itu. Ambisi dan nafsu akan semakin membuat seseorang menjadi egois, sementara, semangat dengan rasa yakin pada Allah akan melahirkan rasa syukur dan keindahan kerja.

Seorang ibu rumah tangga akan terbebas dari kebosanan dan kepenatan kalau ia melihat bahwa kemuliaanya justru terletak pada kasih sayangnya kepada anak-anak dan suaminya, kesabaran dan kerelaanya menjadi induk dari sebuah generasi yang bercahaya di akhirat kelak. ”Ibunda yang mulia,” adalah kalimat paling indah yang tak bisa dinilai oleh kesenangan-kesenangan sejenak atau harapan-harapan semu lainnya. Ibunda adalah pelabuhan yang sekaligus menghantar ke samudera.

Kaum politisi akan terbebas dari penjara siasat liciknya di dunia politik, manakala ia memiliki keberanian moral merubah dirinya sebagai pejuang, bukan sebagai politisi. Sebagai mujahid, bukan sebagai penguasa wilayah, pemegang kekuatan apa pun. Apakah Anda pernah mimpi sebagai syuhada’ selama menjadi politisi?

Seorang Kyai, Ulama dan Ustadz, akan merobohkan dinding penghalang jiwanya dengan Allah, manakala hatinya paling dalam digali, dan disana ada mutira terpendam, bahwa dirinya ternyata harus menjadi Ulama Billah
(Ulamanya Allah, Ulama yang mengenal Allah, ulama yang menghayati pengetahuan tentang Allah), bukan ulama dunia, bukan pula ulama penguasa, ulama massa, ulama publik, ulama pop, ulama seleb, atau ulama yang memanfaatkan nafsu keulamaannya.

Orang jenuh karena ingin bebas dari belenggu. Kebebasan itu akan diraihnya manakala ia merasa sama sekali tidak bebas. Karena Allah tidak menzolimi hambaNya, juga tidak menginginkan hambaNya terbelenggu di dunia. Raihlah kebebasan yang hakiki.

Syeikh Ad-Daqqaq pernah mengatakan “kebebasan ada ketika seorang hamba bebas dari belenggu sesama makhluk; kekuasaan makhluk tidak berlaku atas dirinya. Tanda absahnya kebebasan adalah, bahwa tersingkirnya pembedaan tentang segala hal dalam hatinya, sehingga semua gejala duniawi sama dihadapannya.”

comment 0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar dan komentarnya jangan bernada spam ya.

 
© 2010 SUFI UNDERGROUND powered by Blogger
Template by Fresh Blogger Templates | Blogger Tutorial | Re-Designed by: X-Lab Project